KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Selasa, 20 Maret 2012

KEDUDUKAN SHALAT ARBA'IN

Tanya : Bismillah … maaf ustadz Abu Alifa saya ingin memahami masalah shalat Arba’in. Apakah ada keterangannya? Kalau ada bagaimana kedudukannya? Dan bolehkah kita shalat sebanyak mungin di masjid tersebut (Nabawi)! Hamba Allah Jawa Barat

Jawab : Hadits yang dipakai sandaran amal shalat Arba’in adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (HR. Ahmad juz 4, hal. 314, no. 12584) dari Anas Bin Malik ra , bahwasannya Nabi saw pernah bersabda :

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً لا يَفُوتُهُ صَلاةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ ، وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ ، وَبَرِئَ مِنْ النِّفَاقِ
 
Siapa saja yang pernah shalat di Masjidku sebanyak 40 kali shalat, ia tidak ketinggalan shalat (terus menerus), maka niscaya dituliskan baginya kelepasan dari api neraka dan keselamatan dari adzab dan terlepas dari kemunafikan.”
Ada perbedaan pandangan dalam menilai derajat hadits tersebut diatas
.
Pertama, hadits diatas termasuk katagori lemah (dhaif) karena pada sanad hadits tersebut ada rawi yang bernama Nubaith bin Umar. Nubaith bukanlah seorang perawi dari perawi-perawi yang ada di dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim bahkan bukan perawi yang ada di dalam kitab-kitab hadits yang enam, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan An Nasai. Nubaith adalah seorang perawi yang majhul hal, karena hampir semua dari para ahli hadits yang menyatakan dia adalah perawi yang tidak tsiqah, Al Albani menyatakan hadits ini “Lemah” (Silsilatu al- ahaadiitsi al-dla'iifah wa al-maudluu'ah juz 1, hal. 540, no. 364), bahkan dalam kitab Dha’ifut Targhib, no hadits: 755 bahwa hadits tersebut masuk dalam kategori mungkar (istilah di dalam ilmu hadits yang maksudnya adalah: hadits yang lemah menyelisihi hadits yang shahih).
 
Kedua,  Ibnu Hibban menyatakan bahwa Nubaith bin Umar adalah perawi yang tsiqah (terpercaya). Al Haitsamiy didalam Al-Zawaid menyebutkan bahwa Tirmidzi meriwayatkan sebagian. Imam Ahmad juga meriwayatkannya serta Thabrani meriwayatkannya didalam al Ausath dan orang-orangnya bisa dipercaya. Al Mundziriy didalam at-Targhib (2/136) mengatakan : Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya adalah perawi-perawi yang shahih begitu pula dengan Thabrani didalam  al-Ausath dan pada Tirmidzi dengan lafazh lainnya. Itulah beberapa pandangan muhadditsin mengenai status dan derajat hadits diatas.

Adapun mengenai shalat sebanyak mungkin dimasjid Nabawi atau-pun dimasjid al-Haram, tanpa dikaitkan dengan shalat Arbain ataupun dikaitkan dengan pelaksanaan Haji, tentu saja diajurkan. Hal ini berdasarkan keterangan.
 
Dari Abu Hurairah r.a. ia pernah informasi bahwa Nabi saw., ”Tidaklah pelana kuda diikat (untuk bepergian), kecuali ke tiga masjid: (pertama) masjid ini, (kedua) Masjid Haram, dan (ketiga) Masjidil Aqsh.,” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:63 no:1189, Muslim IIL1014 no:1397, ’Aunul Ma’bud VI:15 no:2017 dan Nasa’i II:37).
 
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid-masjid lainnya, kecuali di Masjidil Haram.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:63 no:1190, Muslim II:1012 no:1394, Tirmidzi I:204 no:324, Nasa’i II:35). Allohu A’lam

Senin, 12 Maret 2012

KEDUDUKAN RUQYAH


Tanya : Rukiyah apa rukyah, pengobatan dengan do’a. Mohon minta dasar hukum dan kedudukannya ustadz, ana awam tapi pernah menyaksikan. Mohon diperjelas. Nida Fitria Ciamis Buniseuri

Jawab : Dalam kamus Al Muhith ا لر قية (dhamah nun) mempunyai arti berlindung diri. Bentuk jamaknya adalah ر قى . Begitu juga dalam Al Mishbah Al Munir ر قى رقيا dari bab ر مى yang artinya berlindung diri kepada Allah swt.

Berkata Ibnu al-Atsir dalam An Nihayah fii Ghariibi Al Hadits (2/254) bahwa Ruqyah artinya berlindung diri dimana orang yang memiliki penyakit itu diruqyah seperti demam dan kerasukan serta penyakit-penyakit lainnya. Disebutkan dalam “Lisan Al Arabi” (5/293): ا لعوذة (berlindung diri), bentuk jamaknya adalahر قي dan bentuk masdar (dasarnya) adalah ر قيا و ر قية و ر قيا jika dia berlindung diri dengan cara meniupkan.

Ruqyah adalah membacakan ayat-ayat Al-Qur`an atau doa-doa perlindungan yang shahih dalam sunnah kepada orang yang sakit, yang dalam pembacaannya disertai dengan an-nafts (tiupan disertai sedikit ludah) atau membasuhkan tangan ke bagian tubuh yang terkena sakit. Ruqyah ini bisa dilakukan dengan cara apa saja sepanjang cara itu bukanlah kesyirikan. ‘Auf bin Malik Al Asyja’i berkata;

كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Kami biasa melakukan ruqyah pada masa jahiliyah. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah! bagaimana pendapatmu tentang ruqyah?’ beliau menjawab, “Peragakanlah cara ruqyah kalian itu kepadaku. Tidak ada masalah dengan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” (HR. Muslim no. 4079)

Hanya saja tentunya pembolehan semua bentuk ruqyah ini, selain harus terlepas dari syirik, dia juga harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Karenanya tidak diperbolehkan seseorang memunculkan cara-cara baru dalam meruqyah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi saw. seperti meruqyah dengan adzan dll.

Sungguh Nabi saw telah meruqyah sebagaimana dalam hadits-hadits di atas, dan beliau pun menganjurkan untuk meruqyah. Dari Jabir ra dia berkata:

“Rasulullah saw pernah melarang melakukan ruqyah. Lalu datang keluarga ‘Amru bin Hazm kepada beliau seraya berkata; ‘Ya Rasulullah! Kami mempunyai cara ruqyah untuk gigitan kalajengking. Tetapi anda melarang melakukan ruqyah. Bagaimana itu? ‘ Lalu mereka peragakan cara ruqyah mereka di hadapan beliau. Maka beliau bersabda: ‘Ini tidak apa-apa. Barangsiapa di antara kalian yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaklah dia melakukannya.” (HR. Muslim no. 4078)

Dari Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, dan pelet adalah kesyirikan.” (HR. Abu Daud no. 3385, Ibnu Majah no. 3521, dan Ahmad no. 3433)

Ruqyah bermakna membaca, dan yang ruqyah yang terlarang dalam hadits ini adalah membaca selain dari Al-Qur`an dan doa-doa yang shahih, yang doanya mengandung ibadah (meminta bantuan dan perlindungan) kepada selain Allah Ta’ala

Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
“Nabi saw mengizinkan ruqyah dari sengatan semua hewan berbisa.” (HR. Al-Bukhari no. 5741 dan Muslim no. 2196)

Dari Aisyah radliallahu ‘anha dia berkata:“Sesungguhnya Nabi saw meniupkan kepada diri beliau sendiri dengan mu’awwidzat (doa-doa perlindungan/ta’awudz) ketika beliau sakit menjelang wafatnya. Dan tatkala sakit beliau semakin parah, sayalah yang meniup beliau dengan mu’awwidzat tersebut dan saya megusapnya dengan tangan beliau sendiri karena berkahnya kedua tangan beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5735 dan Muslim no. 2192)

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata:“Apabila Rasulullah saw pernah menjenguk orang sakit atau ada orang yang sakit dibawa kepada beliau, beliau berdo’a: “ADZHIBIL BA`SA RABBAN NAASI ISYFII WA ANTA SYAAFI LAA SYIFAA`A ILLA SYIFAA`UKA SYIFAA`A LAA YUGHAADIRU SAQAMA (Hilangkanlah penyakit wahai Rab sekalian manusia, sembuhkanlah wahai Zat Yang Maha Menyembuhkan, tidak ada penyembuhan kecuali penyembuhan dari-Mu, dengan kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit setelahnya).” (HR. Al-Bukhari no. 5243, 5301, 5302, 5309 dan Muslim )

Dalam sebuah riwayat Al-Bukhari:

 “Apabila salah seorang di antara kami sakit, Rasulullah saw mengusapnya dengan tangan kanan, lalu beliau mengucapkan: ‘Adzhabil ba’sa …

Disamping itu Nabi saw sendiri saat sedang sakit pernah di ruqyah oleh Malaikat Jibril, dan ada beberapa contoh lagi lainnya yang memberikan isyarat tentang adanya ruqyah, termasuk ketika Nabi meruqyah Hasan dan Husain. 

Dan sebagai kesimpulan saya kutip Keputusan Dewan Hisbah tentang Ruqyah :

  1. Ruqyah dalam arti dan melindungkan diri dengan kalimat (do’a pen.) yang manshuh (diucapkan oleh Nabi saw) atau susunan sendiri disyariatkan
  2. Ruqyah dalam arti jimat dan jampi-jampi sekalipun menggunakan ayat al-Quran adalah syirik. Allohu A’lam


Rabu, 07 Maret 2012

MASBUK BERJAMA'AH





Tanya : Kang Abu, saya ingin bertanya mengenai hadits mengangkat (lagi) imam untuk yang masbuq, apa kang haditsnya? Kedudukan haditsnya gimana? Menurut pendapat akang gimana tentang hal ini ? Priska Bdg dan 20 penanya lain 

Jawab : Hadits yang dijadikan sandaran bahwa dalam shalat yang makmum ketinggalan (masbuq) yang kebetulan jumlah yang masbuqnya lebih dari satu orang, boleh membuat formasi/menjadi shalat berjama’ah. Hadist ini terdapat dalam kitab shahih muslim, jilid II bab ”al-mashu ’ala an-Nashiyah” begitu juga terdapat dalam bab ”taqdimu al-jama’ah man yushalli” dengan redaksi yang sedikit berbeda.

Berikut adalah haditsnya:

أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبُوكَ قَالَ الْمُغِيرَةُ فَتَبَرَّزَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِبَلَ الْغَائِطِ فَحَمَلْتُ مَعَهُ إِدَاوَةً قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيَّ أَخَذْتُ أُهَرِيقُ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ الْإِدَاوَةِ وَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثُمَّ ذَهَبَ يُخْرِجُ جُبَّتَهُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَضَاقَ كُمَّا جُبَّتِهِ فَأَدْخَلَ يَدَيْهِ فِي الْجُبَّةِ حَتَّى أَخْرَجَ ذِرَاعَيْهِ مِنْ أَسْفَلِ الْجُبَّةِ وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ تَوَضَّأَ عَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ أَقْبَلَ قَالَ الْمُغِيرَةُ فَأَقْبَلْتُ مَعَهُ حَتَّى نَجِدُ النَّاسَ قَدْ قَدَّمُوا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ فَصَلَّى لَهُمْ فَأَدْرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ فَصَلَّى مَعَ النَّاسِ الرَّكْعَةَ الْآخِرَةَ فَلَمَّا سَلَّمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُتِمُّ صَلَاتَهُ فَأَفْزَعَ ذَلِكَ الْمُسْلِمِينَ فَأَكْثَرُوا التَّسْبِيحَ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ أَحْسَنْتُمْ أَوْ قَالَ قَدْ أَصَبْتُمْ يَغْبِطُهُمْ أَنْ صَلَّوْا الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا

“Bahwasannya Muqhirah bin Syu’bah menceritakan, bahwa dia berperang bersama Rasulullah Saw diperang Tabuk. Mughirah berkata; Rasulullah hendak membuang hajat, kemudia mencari tempat yang tertutup, maka aku bawakan satu ember air sebelum shalat subuh, ketika beliau kembali, aku tuangkan air dari ember itu ketangannya, beliau membasuh tiga kali, kemudian membasuh wajahnya, kemudian menyingsingkan jubahnya untuk mengeluarkan lengannya, akan tetapi lengan jubah itu sempet, maka Rasulullah memasukan tangannya kedalam jubahnya dan mengeluarkannya dari bawah jubah, maka beliau membasuh kedua tangannya sampai kedua sikunya, kemudian beliau berwudlu di atas khuf (maksudnya tidak membasuh kaki, tapi beliau cukup mengusap bagian atas khuf (semacam kaos kaki yang terbuat dari kulit), kemudian beliau bergegas (menyusul rombongan), Mughirah berkata: akupun bergegas bersama beliau, maka kami mendapati rombongan (para sahabat) sedang shalat, dan Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam mereka, dan sudah masuk rakaat terakhir. Maka ketika Abdurrahman bin Auf salam dan selesai shalat, Rasulullah menyempurnakan shalatnya, maka hal itu membuat kaum muslimin keheranan (Rasulullah menjadi ma’mum), merekapun memperbanyak tasbih, maka ketika Rasulullah selesai shalat, beliau menghadap kepada para sahabat dan berkata: ahsantum (kalian telah berbuat benar), Mughirah berkata: atau beliau waktu itu mengatakan: kalian benar, dimana mengajak manusia untuk shalat tepat pada waktunya.

Dalam riwayat lain dengan redaksi yang sedikit berbeda, namun pada kasus yang sama:

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَخَلَّفْتُ مَعَهُ فَلَمَّا قَضَى حَاجَتَهُ قَالَ أَمَعَكَ مَاءٌ فَأَتَيْتُهُ بِمِطْهَرَةٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ ثُمَّ ذَهَبَ يَحْسِرُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَضَاقَ كُمُّ الْجُبَّةِ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْجُبَّةِ وَأَلْقَى الْجُبَّةَ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ رَكِبَ وَرَكِبْتُ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَوْمِ وَقَدْ قَامُوا فِي الصَّلَاةِ يُصَلِّي بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَقَدْ رَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً فَلَمَّا أَحَسَّ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ فَصَلَّى بِهِمْ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقُمْتُ فَرَكَعْنَا الرَّكْعَةَ الَّتِي سَبَقَتْنَا

Dari muqhirah bin syu’bah dari ayahnya dia berkata: Rasulullah tertinggal (dari rombongan pasukan) dan aku tertinggal bersama beliau, ketika beliau selesai dari hajatnya, beliau bertanya apakah kamu ada air? Maka aku bawakan ember (tempat bersuci), kemudian membasuh kedua telapak tanganya, wajahnya dan menyingkap lengannya, namun lengan jubahnya terlalu sempit, maka beliau mengeluarkan tangannya dari bahwa jubah, dan meletakkan jubahnya di atas bahunya, kemudian beliau membasuh kedua lengannya dan mengusap ubun-ubunnya, dan bagian atas surbannya serta kedua khufnya (semacam kaos kaki dari kulit), kemudian beliau naik (kendaraan) dan akupun naik, ketika kami sampai pada rombongan kaum (para sahabat), mereka sedang shalat yang diimami oleh Abdurrahman bin Auf, dan sudah selesai satu rakaat, ketika (Abdurrahman bin Auf) menyadari kedatangan Rasulullah, dia mundur, maka Rasulullah memberi isyarat kepadanya, maka (Abdurrahman bin Auf) meneruskan tetap mengimami shalat mereka, maka ketika Abdurrahman bin Auf salam (selesai shalat), Rasulullah berdiri, dan aku berdiri, kami ruku’ (menyempurnakan) rakaat yang tertinggal.

Namun dalam hadits tersebut diatas, sejauh pemahaman saya tidak ada redaksi yang menunjukkan secara pasti bahwa Rasulullah Saw dengan Mughirah bin Syu’bah shalat secara berjama’ah ketika menyempurnakan raka’at yang tertinggal.

Mungkin lafadz “ركعنا /kami ruku’ (menyempurnakan rakaat yang tertinggal)”, itu yang difahami bahwa Rasulullah Saw dalam menyempurnakan rakaat yang tertinggal dilakukan dengan berjama’ah bersama Mughirah yang menggunakan kata kami. Sehingga dalam terjemahannya diterjemahkan berjama’ah. Padahal kata kami tidak menunjukkan bersama atau berjamaah, akan tetapi menunjukkan lebih dari satu orang (yang masbuq). Artinya Mughirah menerangkan dirinya dan Rasulullah saw  menyempurnakan (menambah) rakaat yang tertinggal. Sekali lagi tidak ada dalam hadits tersebut lafadz yang menunjukkan kami lakukan dengan berjama’ah. Hal itu dikuatkan dengan hadits yang sebelumnya, dimana Mughirah hanya menerangkan bahwa Rasulullah kemudian menyempurnakan shalatnya, tanpa menerangkan dirinya sendiri, sehingga tidak menggunakan lafadz ”kami”. Jika ditinjau dari segi hukum fikih, bahwa makmum yang masbuq mempunyai status (nilai) berjama’ah, sebagaimana dengan jama’ah awal yang telah selesai shalat itu. Hal ini berdasarkan keterangan, diantaranya :

” …. Barangsiapa mendapati satu raka’at bersama imam berarti ia telah mendapati shalat jama’ah” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Abi Harairah)

“….. Barangsiapa mendapati satu raka’at shalat Jum’at atau shalat jama’ah lainnya berarti ia telah mendapati shalat berjama’ah” (Sunan Ibnu Majah I/202 no. 1110 dari Ibn Umar)

“….Jika shalat telah ditegakkan maka janganlah kamu mendatanginya dengan tergesa-gesa. Berjalanlah dengan tenang dan kerjakanlah apa yang kamu dapati bersama imam serta sempurnakanlah apa yang terluput darinya” (Shahih Muslim I/420 no. 602 dari Abi Hurairah)

Hadits diatas menunjukkan bahwa pahala berjamaah telah terpenuhi, sekalipun hanya kebagian satu rakaat bersama imam berjamaah, tanpa harus membuat shalat berjamaah baru. Apalagi kalau kita melihat bagaimana saat para shahabat menambah satu rakaat (lagi) sampai lebih dari 2 orang (dalam shalat khauf), setelah mendapat satu rakaat masing-masing kelompok dengan Nabi saw. Dan para shahabat bahkan menambahkannya rakaat itu dikatakan masing-masing.

عن ابن عمر قال غزوت مع رسول الله ص م قبل نجد فوا زينا العدو فصاففناهم فقام رسول الله ص م فصلى بنا فقامت طائفة معه واقبلث طائفة على العدو وركع بمن معه وسجد سجدتين ثم انصرفوا -مكان الطائفة التى لم تصل فجائوا فركع بهم ركعة وسجد سجدتين ثم سلم -فقام كل واحد منهم فركع لنفسه ركعة وسجد سجدتين -متفق عليه

Dari Ibn Umar ra. berkata : Saya pernah (pergi) berperang bersama Rasulullah saw. Diarah Nejd, dan keadaan kami menghadap musuh. (Ketika mau shalat) kami membikin beberapa barisan menghadap mereka. Kemudian Rasul saw berdiri dan shalat bersama kami. Lalu satu golongan/barisan shalat (dulu) bersamanya dan satu barisan lagi menhadap musuh. Lalu Nabi ruku dan sujud dua kali (shalat satu rakaat) bersama barisan itu. Kemudian (barisan itu yang shalat) menggantikan tempat yang belum shalat (menghadap musuh). Lalu mereka (barisan penjaga musuh) datang dan Nabi shalat (juga) bersama mereka satu rakaat (ruku dan sujud), kemudian Nabi saw salam. Lalu berdiri (menambah rakaat) tiap-tiap seorang dari mereka, dan mereka ruku dan sujud dua kali (menambah satu rakaat dengan sendiri-sendiri). (HR.Bukhary Muslim lihat Bulugh al-Maram Bab Shalat Khauf).

"...أن طائفة صفت معه وطائفة وجاه العدو فصلى بالتى معه ركعة ثم ثبت قائما وأتموا لأنفسهم ثم انصرفوا..." (أبو داود)

"... Bahwasannya sekelompok berbaris bersama Nabi (untuk shalat) dan sekelompok lagi menjaga (serangan) musuh. Lalu beliau shalat bersama kelompok itu (yang berbaris bersamanya) satu rakaat, kemudian beliau tetap berdiri (setelah rakaat pertama selesai), (sedangkan) mereka (yg ikut shalat satu rakaat bersama Nabi sesi-1) menyempurnakan (menambah satu rakaat lagi) masing-masing, lalu kelompok ini selesai (bubar/salam).

Dalam An-Nasai :
 
أَخْبَرَنِي كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ بَقِيَّةَ، عَنْ شُعَيْبٍ، قَالَ حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ، قَالَ حَدَّثَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِبَلَ نَجْدٍ فَوَازَيْنَا الْعَدُوَّ وَصَافَفْنَاهُمْ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي بِنَا فَقَامَتْ طَائِفَةٌ مِنَّا مَعَهُ وَأَقْبَلَ طَائِفَةٌ عَلَى الْعَدُوِّ فَرَكَعَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَنْ مَعَهُ رَكْعَةً وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفُوا فَكَانُوا مَكَانَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُصَلُّوا وَجَاءَتِ الطَّائِفَةُ الَّتِي لَمْ تُصَلِّ فَرَكَعَ بِهِمْ رَكْعَةً وَسَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَامَ كُلُّ رَجُلٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ فَرَكَعَ لِنَفْسِهِ رَكْعَةً وَسَجْدَتَيْنِ

Telah mengabarkan kepadaku Katsir bin 'Ubaid dari Baqiyyah dari Syu'aib dia berkata; telah menceritakan kepadaku Az Zuhri dia berkata; telah menceritakan kepada kami Salim bin 'Abdullah dari bapaknya dia berkata; "Aku pernah berperang bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam di arah Najed. Kami bertemu musuh, maka beliau menyuruh kami berbaris, lalu beliau shalat bersama kami. Sebagian dari kami berdiri bersamanya dan sebagian yang lain menghadap ke arah musuh. Kemudian beliau Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam ruku' satu kali, dan ikut ruku' pula orang yang bersamanya, lalu beliau sujud dua kali, kemudian mereka pergi menuju kelompok yang belum shalat. Setelah itu datanglah kelompok yang belum shalat, lalu Rasulullah ruku' satu kali dan sujud dua kali bersama mereka. Kemudian beliau mengucapkan salam, dan berdirilah semua kaum muslimin dan semuanya ruku' satu kali dan sujud dua kali sendiri-sendiri.( Sunan an-Nasa'i 1539)

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحِيمِ الْبَرْقِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُوسُفَ، قَالَ أَنْبَأَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ صَلَّى صَلاَةَ الْخَوْفِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ كَبَّرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَصَفَّ خَلْفَهُ طَائِفَةٌ مِنَّا وَأَقْبَلَتْ طَائِفَةٌ عَلَى الْعَدُوِّ فَرَكَعَ بِهِمُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم رَكْعَةً وَسَجْدَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفُوا وَأَقْبَلُوا عَلَى الْعَدُوِّ وَجَاءَتِ الطَّائِفَةُ الأُخْرَى فَصَلُّوا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَفَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ قَامَ كُلُّ رَجُلٍ مِنَ الطَّائِفَتَيْنِ فَصَلَّى لِنَفْسِهِ رَكْعَةً وَسَجْدَتَيْنِ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdurrahim Al Barzi dari 'Abdullah bin Yusuf dia berkata; telah memberitakan kepada kami Sa'id bin 'Abdul 'Aziz dari Az Zuhri dia berkata; 'Abdullah bin 'Umar menceritakan bahwasanya dia pernah shalat Khauf bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, dia berkata; "Beliau bertakbir dan sekelompok orang dari kami membuat barisan di belakangnya sedangkan kelompok yang lain menghadap ke arah musuh. Kemudian beliau ruku' satu kali dan sujud dua kali bersama mereka, lalu mereka (yang baru shalat) pergi untuk menghadapi musuh. Lalu datang kelompok (yang menghadap ke musuh) dan shalat satu rakaat dengan dua kali sujud bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, kemudian salam. Setelah itu kedua kelompok itu berdiri dan mereka semua mengerjakan (menyempurnakan) shalat sendiri-sendiri dengan satu kali ruku' dan dua kali sujud.(Sunan an-Nasa'i 1540). Allohu A’lam

Senin, 05 Maret 2012

BEBERAPA KEPUTUSAN DEWAN HISBAH PP.PERSIS



Tentang:
"KELUAR DARI MINA MENUJU ARAFAH TENGAH MALAM DAN SHALAT SUBUH DI ARAFAH"
بسم الله الرحمن الرحيم

Dewan Hisbah Persatuan Islam setelah:
MENGINGAT:
1.Nabi Saw., masuk Mina pada hari Tarwiyah
....فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ تَوَجَّهُوا إِلَى مِنًى فَأَهَلُّوا بِالْحَجِّ وَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَصَلَّى بِهَا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ
….Ketika hari tarwiyah mereka(bersama Nabi) pergi menuju Mina, mereka ber ihram untuk haji kemudian rasulullah Saw., naik kendaraan, kemudian shalat zhuhur, ‘ashar,maghrib, Isya dan subuh.(H.R Muslim,1:511)
2.Nabi Saw., pergi dari Mina ke Arofah pagi hari setelah terbit matahari.
...ثُمَّ مَكَثَ قَلِيلاً حَتَّى طَلَعَتِ الشَّمْسُ وَأَمَرَ بِقُبَّةٍ مِنْ شَعَرٍ تُضْرَبُ لَهُ بِنَمِرَةَ فَسَارَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلاَ تَشُكُّ قُرَيْشٌ إِلاَّ أَنَّهُ وَاقِفٌ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ كَمَا كَانَتْ قُرَيْشٌ تَصْنَعُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَأَجَازَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى أَتَى عَرَفَةَ فَوَجَدَ الْقُبَّةَ قَدْ ضُرِبَتْ لَهُ بِنَمِرَةَ فَنَزَلَ بِهَا
....kemudian Nabi Saw., tinggal sebentar sampai terbit matahari, Nabi saw memerintahkan membuat qubah dari bulu untuknya di Namirah , kemudian Rasulullah Saw., berangakat.Orang Quraisy tidak ragu bahwa Nabi Saw., akan wuquf di Masy’aril Haram sebagaimana orang Quraisy lakukan dijaman jahiliyyah. Kemudian Rasulullah Saw melewatinya sampai tiba di ‘Arofah singgah di Namirah.(H.R Muslim,1:511)
حَتىَّ إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِى فَخَطَبَ النَّاسَ
"...Sehingga diwaktu tergelincir matahari Nabi Saw., memerintahkan Qashwa (unta NAbi) untuk berangkat, kemudian Nabi Saw., tiba di Bathil Wadhi (lembah) kemudian Nabi Saw., berkhutbah”.(Muslim, 1:511)
فَجَاءَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَ عَرَفَةَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَصَاحَ عِنْدَ سَرَادِقِ الْحُجَّاجِ فَخَرَجَ وَعَلَيْهِ مِلْحَفَةٌ مُعَصْفَرَةٌ فَقَالَ مَا لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ فَقَالَ الرَّوَاحَ إِنْ كُنْتَ تُرِيدُ السُّنَّةَ قَالَ هَذِهِ السَّاعَةَ قَالَ نَعَمْ
“Kemudian Ibn Umar datang dan aku bersamanya pada hari ‘arafah disaat tergelincir matahari, maka ia berteriak dari tenda-tenda haji, kemudian ia keluar dengan memakai selimut kuning, kemudian Malik berkata:”Apa itu wahai Abu Abdurrahman?maka ia menjawab:”Pergi jika engkau mau melaksanakan sunnah.”Ia berkata:”Sekarang?”ia menjawab:”Ya!(Q.S Bukhari,1:288).
4.Nabi Saw.,keluar dari ‘Arafah setelah Maghrib.
فَلَمْ يَزَلْ وَاقِفًا حَتَّى غَرَبَتِ الشَّمْسُ وَذَهَبَتِ الصُّفْرَةُ قَلِيلاً حَتَّى غَابَ الْقُرْصُ وَأَرْدَفَ أُسَامَةَ خَلْفَهُ وَدَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“…Nabi Saw., tidak henti-hentinya wuquf sampai terbenam matahari dan hilang kekuning-kuningan sedikit sampai hilang bulatannya, kemudian Usamah menyertai Nabi Saw.,dibelakangnya lalu Rasulullah berangkat.”(H.R Muslim, 1:512).
5.Nabi Saw., tiba dimuzdalifah kira-kira Isya.
حَتَّى أَتَى الْمُزْدَلِفَةَ فَصَلَّى بِهَا الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ
“… Sampai Nabi tiba di Muzdalifah kemudian Nabi shalat maghrib dan ‘isya dengan satu kali adzan dan dua kali iqamat.(H.R Muslim, 1:512).
6.Nabi Saw., keluar dari Muzdalifah sebelum terbit matahari;
ثُمَّ اضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ وَصَلَّى الْفَجْرَ - حِينَ تَبَيَّنَ لَهُ الصُّبْحُ - بِأَذَانٍ وَإِقَامَةٍ ثُمَّ رَكِبَ الْقَصْوَاءَ حَتَّى أَتَى الْمَشْعَرَ الْحَرَامَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَدَعَاهُ وَكَبَّرَهُ وَهَلَّلَهُ وَوَحَّدَهُ فَلَمْ يَزَلْ وَاقِفًا حَتَّى أَسْفَرَ جِدًّا فَدَفَعَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ
“… kemudian Nabi Saw., berbaring sampai terbit fajar lalu shalat fajar ketika betul-betul tiba waktu shubuh dengan satu adzan dan iqamat, kemudian Nabi naik qashwa hingga tiba di Masy’aril Haram kemudian menghadap qiblat lalu berdoa, bertakbir, bertahlil, dan mengesakan Allah. Maka terus Nabi wuquf (Tinggal di Masy’aril Haram) sampai kekuning-kuningan, kemudian Nabi berangkat sebelum terbit matahari.”(H.R Muslim, 1:512).
7.Nabi tiba di Mina setelah Ifadhah dan Shalat Zhuhur di Mina
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَفَاضَ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ رَجَعَ فَصَلَّى الظُّهْرَ بِمِنًى. قَالَ نَافِعٌ فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُفِيضُ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيُصَلِّى الظُّهْرَ بِمِنًى وَيَذْكُرُ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَعَلَهُ.
Dari Ibn Umar.”Sesungguhnya Rasulullah Saw., melakukan Ifadhah pada hai raya ( 10 Dzulhijjah) kemudian kembali (ke Mina)lalu shalat zhuhur dimina. Nafi’ berkata:”Ibn Umar juga melakukan ifadhah pada hari raya kemudian kembali dan shalat zhuhur di Mina, ia menyebutkan bahwa Nabi Saw., melakukan seperti itu.(H.R Muslim, 1:547)

Pada dasarnya kita dituntut untuk melaksanakan sebagaimana yang dilaksanakan oleh NAbi Saw., sebagaimana dalam hadits dinyatakan:
خُذُوْا عَنيِّ مَنَاسِكَكُمْ
“Ambillah dariku peraktek ibadah haji kamu”
Dalam beberapa hal Nabi membenarkan atau memberikan rukhshah (keringanan)kepada mereka yang tidak tepat waktu, seperti keterangan di bawah ini:
1.عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ سَوْدَةَ بِنْتَ زَمْعَةَ كَانَتِ امْرَأَةً ثَبْطَةً.فَاسْتَأْذَنَتْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَدْفَعَ مِنْ جَمْعٍ قَبْلَ دَفْعَةِ النَّاسِ فَأَذِنَ لَهَا.
Dari Aisyah:”Sesungguhnya Saudah binti Zam’ah adalah istri yang berat/gemuk, kemudian ia meminta izin untuk keluar dari mudzdalifah sebelum orang-orang keluar, maka Nabi Saw mengizinkan-Nya.”(H.R Ibn Majah, 2:1007)
2. عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ يَعْمَرَ : أَنَّ نَاسًا مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ أَتُوْا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِعَرَفَةَ فَسَأَلُوْهُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى: اَلْحَجُّ عَرَفَةٌ. مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ
Dari Abdirrahman ibn Ya’mar:”Sesungguhnya orang-orang dari Najd datang kepada Rasulullah Saw., sedang beliau di ‘Arafah, maka bertanya kepada Nabi Saw., memerintahkan untuk mengumandangkan: “Haji itu ‘Arafah.” Siapayang datang ke Arafah pada malam Muzdalifah sebelum terbit fajar, maka sungguh ia mendapatkan haji (Sah hajinya).” (H.R Tirmidzi; Tuhfah al-Ahwadzi, 3:633)
3. عَنْ عُرْوَةَ بْنِ مُضَرِّسٍ قَالَ : أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِالْمُزْدَلِفَةِ حِيْنَ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّي جِئْتُ مِنْ جَبَليْ طَيِّءٍ. أَكَلْلتُ رَاحَتِي وَأَتَّعَبْتُ نَفْسِي وَاللهِ ! مَا تَرَكْتُ مِنْ جَبَلٍ إِلاَّ وَقَفْتُ عَلَيْهِ فَهَلْ لِي مِنْ حَجٍّ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَهِدَ صَلاَتَنَا هذِهِ وَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذاَلِكَ لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ وَقَضَى تَفَثَهُ .
Dari Urwah bin mudharris, ia berkata:”Aku dating kepada Rasulullah Saw., di Muzdalifah ketika Nabi Saw., keluar untuk shalat, aku bertanya: Aku melewati dua gunung thayyi, kendaraanku lelah dan aku pun cape, demi Allah tidak aku tinggalkan satu gunung kecuali aku berhenti dulu, apakah haji saya sah? RAsulullah Saw., menjawab:”Barangsiapa yang menyaksikan shalatku yang ini, pernah wuquf (tinggal), bersama kami samapi keluar dan sebelumnya pernah wuquf di”Arafah baik siang atau malam, maka sungguh sempurna hajinya dan melaksanakan yang semestinya.”(H.R Tirmidzi)

MEMPERHATIKAN :
Sambutan dan pengarahan dari Ketua Dewan Hisbah KH.Usman Sholehuddin
Sambutan dan pengantar dari Ketua Umum PP Persis Prof. Dr. KH. M. Abdurrahman, MA.
Makalah dan pembahasan yang disampaikan oleh: KH. Aceng Zakaria
Pembahasan dan penilaian dari anggota Dewan Hisbah terhadap masalah tersebut di atas

MENIMBANG:
Pelaksanaan manasik haji harus sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Pelaksanaan ibadah haji terdiri dari rukun, wajib dan sunnat.
Mabit di Mina sebelum wukuf di Arafah sampai shalat subuh hukumnya sunnat, dan mabit pada sebagian malamnya sah.
Pada pelaksanaannya sering kali dihadapkan pada kendala.
Keluar dari Mina menuju Arafah tengah malam karena suatu hambatan yang tidak bisa dihindari, sering terjadi.
Melaksanakan ibadah haji harus diupayakan secara maksimal agar rukun, wajib dan sunnatnya dapat terpenuhi.
Perlu kejelasan hukum mengenai keluar dari mina waktu malam hari dan shalat shubuh tanggal 9 Dzulhijjah di Arafah.


Dengan demikian Dewan Hisbah Persatuan Islam

MENGISTINBATH :
Keluar dari Mina menuju ‘Arafah pada waktu tengah malam dan shalat shubuh di Arofah karena suatu halangan, ibadah hajinya sah.

Demikian keputusan Dewan Hisbah mengenai masalah tersebut dengan  makalah terlampir.
الله يأخذ بأيدينا الى ما فيه خير للإسلام و المسلمين
Bandung,  25 Rabi'ul Awwal 1433 H
18 Februari 2012 M

DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM

Ketua                                                                           Sekretaris

KH. USMAN SHOLEHUDDIN                           KH. ZAE NANDANG
NIAT: 05536                                                                    NIAT: 13511


DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM
Pada Sidang Dewan Hisbah Lengkap
Di Gedung Haji Qanul Manazil, Ciganitri Bandung, 25 Rabi'ul Awwal 1433 H
18 Februari       2012 M

Tentang:
"SYADDUDZARI'AH DAN IMPLEMENTASINYA"
بسم الله الرحمن الرحيم

Dewan Hisbah Persatuan Islam setelah:
MENGINGAT:
Firman Allah SWT :
Surat Hud/11:113

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”
.
An-Nisa/4: 58-59

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.58. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (59).

Al-Maidah/5: 2

“…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Al-Hijru/:15  88

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang Telah kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.

Diperintahkan makanan halalan thayyiba.

Sunnah Nabi SAW :
Mukminin dengan mukmin adalah saudara
Tidak boleh bahaya dan membahayakan. (HR. Malik)
Tolong menolong bagian dari amal salih

قال ( لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )
Rasul bersabda, “Tidak sempurna iman seorang kalian sehingga mencinati sahabtanya,  serbagaimana mencintai terhadap dirinya sendiri”.
وقال ( : ( الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحْقِرُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ ولايُسْلِمُهُ ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ، كُلُّ لْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ ) .
Rasul bersabda, “Muslim itu adalah saudaranya muslim yang lain tidak menghina, merendahkan, tidak menyerahkan (pada yang lain. Perhitungan seseorang sesuai dengan kesalahan untuk  merendahkan saudaranya yang lain. Setiap Muslim atas muslim haram darah, harta dan kehormatannya.

وقال عليه الصلاة والسلام : ( لا تَبَاغَضُوا وَلا تَدَابَرُوا وَلا تَنَاجَشُوا ولايَبعْ بَعضُكُمْ عَلى بَيعِ بعضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إخوانَاً ) .
Rasul bersabda, “Jangan saling membnci, jangan saling membelakangi, jangan menjual barang di atas harga yang seharusnya, jangan menjual jujalan orang ;lain, dan jadikanlah hamba-hamba Allah sebagai saudara.


MEMPERHATIKAN :
Sambutan dan pengarahan dari Ketua Dewan Hisbah KH.Usman Sholehuddin
Sambutan dan pengantar dari Ketua Umum PP Persis Prof. Dr. KH. M. Abdurrahman, MA.
Makalah dan pembahasan yang disampaikan oleh: Prof. Dr. KH. M. Abdurrahman, MA.
Pembahasan dan penilaian dari anggota Dewan Hisbah terhadap masalah tersebut di atas

MENIMBANG:
Keselamatan ummat dalam aqidah, ibadah dan mu'amalah harus menjadi prioritas Pimpinan Pusat Persatuan Islam.

Dengan demikian Dewan Hisbah Persatuan Islam

MEREKOMENDASIKAN :
Dewan Hisbah menerima kaidah "Saddu Dzari'ah" dan "Fathu Dzari'ah".
Ummat Islam wajib melaksanakan Saddu Dzari'ah sesuai dengan kemampuan.
Pimpinan Pusat Persatuan Islam wajib melaksanakan Saddu Dzari'ah dengan hal-hal sebagai berikut :
Menjadi patner pemerintah dan memberikan masukan-masukan tentang kaidah Saddu Dzari'ah dan implementasinya untuk menyelamatkan jam'iyyah Persatuan Islam dan ummat Islam.
Membuat rumusan-rumusan dalam aspek ekonomi, sosial dan aspek lainnya yang dapat dilaksanakan oleh ummat jam'iyyah Persatuan Islam sebagai implementasi Saddu Dzari'ah.
Demikian rekomendasi Dewan Hisbah mengenai masalah tersebut dengan  makalah terlampir.
الله يأخذ بأيدينا الى ما فيه خير للإسلام و المسلمين
Bandung,  25 Rabi'ul Awwal 1433 H
18 Februari 2012 M

DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM

Ketua                                                                           Sekretaris


KH. USMAN SHOLEHUDDIN                      KH. ZAE NANDANG
NIAT: 05536                                                              NIAT: 13511





DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM
Pada Sidang Dewan Hisbah Lengkap
Di Gedung Haji Qanul Manazil, Ciganitri Bandung, 26 Rabi'ul Awwal 1433 H
19 Februari       2012 M

Tentang:
" DONOR DARAH"
بسم الله الرحمن الرحيم

Dewan Hisbah Persatuan Islam setelah:
MENGINGAT:
Firman Allah SWT,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah: 173).

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,.(QS.Al - Maidah :  3).
Dalam hal tersebut Rasulullah saw. Ditanya  oleh para Sahabat yang merasa heran  karena yang disamak adalah kulit bangkai. Maka  beliau menjawab :
إنما حرم أكله
“ Sesungguhnya diharamkan itu  memakannya”( HR.Al-Jama’ah )

Hadis-hadis Nabi SAW :
تداووا عباد الله فإن الله سبحانه لم يضع داء الا وضع معه شفاء الا الهرم
“Wahai hamba Allah, berobatlah ,karena sesungguhnya Allah  menjadikan sesuatu penyakit pasti  juga menjadikan obatnya  ,kecuali penykit yang satu , yaitu ketuaan.” ( HR.Ahmad ).

عن جابر عن رسول الله ص أنه قال  ثم لكل داء دواء فإ ذا أصيب دواء الداء برأ بإذن الله عز وجل ( رواه مسلم )
“Tiap penyakit ada obatnya ,jika penyakit telah mendap obat  ( semoga) sembuh lagi  ia dengan  izin Allah  ( HR.Muslim )
عن أنس قال : قال رسول الله ص, إذا دبغ الإهاب فقد طهر ( رواه مسلم)
Dari Anas dia berkata: Rasulullah saw.bersabda :” Kulit apabila disamak maka jadi suci” ( HR.Muslim )
من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته  (رواه البخارى  ومسلم )
“ Barangsiapa memenuhi hajat seseorang,maka  Allah akan memenuhi hajat orang itu” (HR.Bukhori, Muslim )

من نفس عن مسلم كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة  من كرب يوم القيامة
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim  satu kesusahan dari kesusahan dunia,niscaya Allah akan melepaskan kesusahan akhirat ( HR.Muslim ).

والله في عون العبد  ما كان العبد  في عون أخيه (رواه مسلم )

“Allahu senantiasa menolong hambanya , selama ia menolong  sudaranya ( HR.Muslim )

لا ضَرَ وَلاَ ضِرَار
"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan jiwa dan tidak boleh pula membahayakan orang lain."

إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ, حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ

"Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sebuah kaum untuk memakan sesuatu maka Allah akan haramkan harganya.
Kaidah Fiqhiyah :
الحاجة قد تنزل منزلة الضرورة
Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum islam), baik bersifat umum maupun khusus”.

المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan dapat menarik kemudahan
الضرورة تبيح المحظورات
“ Keadaan darurat membolehkan  perkara yang dilarang”
ما أبيح  للضرورة  تقدر بقدرها
Sesuatu yang dibolehkan karena darurat sekedar  untuk mengatasi  kesulitan tertentu “

الأصل في المنافع الإباحة
“Pada dasarnya  segala sesuatu yang bermanfaat adalah mubah (halal)”


MEMPERHATIKAN :
Sambutan dan pengarahan dari Ketua Dewan Hisbah KH.Usman Sholehuddin
Sambutan dan pengantar dari Ketua Umum PP Persis Prof. Dr. KH. M. Abdurrahman, MA.
Makalah dan pembahasan yang disampaikan oleh: 1. K.H. Taufik Azhar, S.Ag, 2. Dr. Hary Rayadi, Mars AV
Pembahasan dan penilaian dari anggota Dewan Hisbah terhadap masalah tersebut di atas

MENIMBANG:
Darah manusia pada asalnya hukumnya haram.
Mengeluarkan darah untuk kesehatan dianjurkan.
Mengeluarkan darah untuk menolong orang lain yang membutuhkan dengan tanpa madharat bagi pendonor dianjurkan.
Donor darah sudah terbukti menjadi salah satu solusi yang tidak bisa dihindarkan.
Perlu kejelasan hukum tentang donor darah.

Dengan demikian Dewan Hisbah Persatuan Islam

MENGISTINBATH :
Donor darah dalam keadaan darurat hukumnya mubah.
Mendonorkan darah selama tidak membahayakan jiwa hukumnya mubah.
Mendirikan bank darah hukumnya mubah.



Demikian keputusan Dewan Hisbah mengenai masalah tersebut dengan  makalah terlampir.
الله يأخذ بأيدينا الى ما فيه خير للإسلام و المسلمين
Bandung,  26 Rabi'ul Awwal 1433 H
19 Februari 2012 M

DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM

Ketua                                                                           Sekretaris


KH. USMAN SHOLEHUDDIN                           KH. ZAE NANDANG
NIAT: 05536                                                                   NIAT: 13511