Sudah menjadi rahasia umum, atau bahkan bukan
menjadi rahasia lagi, bahwa negara Iran (Syiah) berada di balik carut marut
Negara-negara Arab. Iran berusaha memporak-porandakan timur tengah, Iran-lah
negara pencipta konflik di timur tengah, menciptakan kegaduhan kawasan dan
ketidak-stabilan keamanan, Dana besar dari APBNnya pun digelontorkan demi
mensukseskan Proyek raksasa ini, tujuannya hanyalah satu; mereka ingin
membangkitkan PERSIA RAYA, menjadikan negara-negara Arab tunduk kepadanya, baik
dari segi ekonomi, sosial, politik maupun ideologi (Aqidah).
Hal di atas nampak jelas setelah tumbangnya
Saddam Hussein yang tidak lain hasil konspirasi jahat dan perselingkuhan kaum
Syiah dan Amerika, maka tak heran ketika Saddam dieksekusi mati, kaum syiahpun
menari-nari dan "berjingkrak-jingkrak" kegirangan, karena Iraq adalah
gerbang Arab dari Timur, Iraqpun dikacaukan dan kaum sunni dimusnahkan,
masjid-masjid suni dihancurkan, imam-imam masjid diculik dan dibunuh tanpa
sebab, rezim syiah pun terbentuk hingga bangsa Iraq Arab menjadi budak kaum
persia bersampul "republik Islam
Iran".
Setelah Iraq di bawah kendali Teheran, Iran
ingin berpetualang lagi dengan membangkitan revolusi di Bahrain, Bahrain pun
dicabik2, melalui kaum opoisisi syiah di negeri itu, mereka turun jalan tumpah
ruah, membuat keonaran, meneror warga sunni, membunuhi petugas keamanana, dst,
hampir saja Bahrain sunni Tumbang, akan tetapi Allah berkehendak lain, King
Abdullah Arab saudi rahimahullah memimpin koalisi teluk untuk mengirim militer
dalam jumlah besar untuk melindungi Bahrain dari makar dan kudeta yang
dilancarakan kaum syiah atas propaganda Iran. Bahrainpun kembali dan semoga
senantiasa dalam pangkuan Ahlussunnah.
Setelah mereka gagal mendobrak pintu jazirah
Arab dari timur yaitu; Bahrain, konsentrasi Iran pun berputar ke arah selatan
menuju Yaman, melalui tangan-tangan kotor Hautsiyyin (Houtsi) Iran
menskenariokan penggulingan dan revolusi terhadap kepimpinan yang sah dari
Presiden Yaman terpilih; Abdur rabbih Manshur Hadi . Bangsa mut'ah ini meneror
dan membuat keonaran di Yaman, sampai akhirnya ibu kota Yaman Shan'a pun jatuh
di tangan mereka, hal ini memaksa Presiden Yaman memindahkan pemerintahannya
dari Shan'a ke Aden, kaum syiah pun mulai menguasai instansi2 negara bahkan TV
nasional Yaman-pun sempat dikuasai oleh mereka, akan tetapi dengan pertolongan
Allah, King Salman bin Abdul Aziz hafizhahullah dari Saudi Arabia bergerak
cepat membuat koalisi Arab dan Islam 'Ashifah el-Hazm untuk menolong bangsa
Yaman sunni setelah datang surat resmi dari Presiden Yaman abdu rabbih Manshur
Hadi, tentara-tentara Saudi pun bergerak cepat dan tepat menyerang basis2 Syiah
Houtsi, mereka pun kocar kacir seperti anak ayam terpisah dari induknya. Yaman
pun mulai berbenah diri dan masih memburu kaum pengkhianat budak syiah Persia.
Tidak hanya di Iraq, Bahrain dan
Yaman....dari arah utara, syiah Iran-pun berusaha sekuat tenaga berkolaborasi
dengan Basyar Asad presiden Suriah untuk membantai kaum sunni di Suriah, mereka
bersatu juga dengan Hizbullat lebanon pimpinan Hasan Nasrullat untuk membantai
dan melakukan genosida terhadap bangsa Arab Sunni, kondisi di atas menyebabkan
negeri suriah laksana magnet yang menarik kaum mujahidin untuk berkumpul dan
berjihad melawan tentara kafir Basyar Asad dan Para milisi Syiah baik yang
dikirim dari Iran maupun Lebanon (hizbullat), negara2 Arabpun mendukung
perlawanan kaum sunni. Arab Saudi, negara2 teluk dan Turki ikut membantu
perjuangan kaum sunni, hingga kaum Syiah terdesak dan merengek2 minta
pertolongan bangsa komunis Russia untuk menumpas kaum sunni, akan tetapi
pertolongan Allah selalu ada..... sampai detik ini Iran masih GAGAL dalam
upayanya menundukkan bangsa Arab sunni di Suriah..
Semenjak Saudi mencanangkan operasi Decisive Storm (badai penghancur) kepada
sekte syiah houthi di Yaman, eskalasi hubungan antara Saudi dengan Iran terus
memburuk. Pasalnya, dalam konflik Saudi – Syiah Houthi ini, Iran berperan sebagai backbone utama
Syiah Houthi yang telah melakukan kudeta di Yaman.
Konflik secara tidak langsung antara Saudi
dengan Iran ini tidak hanya di Yaman, tapi juga terjadi di Suriah, dimana Saudi
lebih mendukung Bashar Al Assad agar lengser keprabon, namun
sebaliknya Iran habis-habisan mendukung Bashar Al Assad, pemimpin negara
penganut sekte Syiah Alawi Nushairiyah.
Eskalasi ini menemui titik puncak ketika
Saudi memantik trigger, yaitu mengeksekusi mati Nimr Al Nimr selaku
penganut syiah yang berusaha memberontak di Saudi. Patut diketahui, Al Nimr ini
adalah warga Saudi yang telah mengenyam pendidikan di Iran, yang membuat
gerakan protes kepada pemerintah di daerah timur Saudi.
Seperti
diketahui, Pemerintah Arab Saudi mengumumkan pada hari Sabtu (2/1/2015) lalu
telah mengeksekusi Nimr Al Nimr bersama 47 narapidana terorisme, termasuk
anggota-anggota Al-Qaida. Nimr Al Nimr adalah tokoh syiah yang memiliki daftar
panjang kejahatan di Arab, termasuk menghasut warga melawan pemerintah dan
terlibat dalam aksi terorisme dengan sasaran pasukan keamanan dan warga sipil.
Mengetahui tokoh syiah dieksekusi, pemerintah Iran marah.
Jika media
ramai memberitakan seorang pentolan Syiah di Saudi dieksekusi mati pada Sabtu
lalu dan protes gencar dilakukan oleh, khususnya penganut Syiah di beberapa
negara Timur Tengah, tapi nyaris tak terdengar berita tentang laporan yang
dikeluarkan oleh Amnesty International Juli 2015 lalu bahwa Pemerintah Iran
telah mengeksekusi lebih 1000 ulama dan aktivis Islam
Bahkan di
Teheran, kantor kedutaan Arab Saudi diserang. Hal itu kemudian memicu
pemerintah Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Arab Saudi melalui menteri Luar Negerinya Adel
bin Ahmed Al Jubeir, Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Mulai 4
Januari 2016, dalam 48 jam ke depan, Iran harus menarik warga diplomatiknya
dari Saudi, dengan sebelumnya Saudi pun menarik warga diplomatiknya dari Iran.
Menurut Al-Jubeir, serangan sekelompok warga Iran terhadap kedutaan dan
konsulat Arab Saudi merupakan pelanggaran yang nyata terhadap konvensi
internasional.
Bagaimanapun, Saudi berhak menghukum warganya
sesuai dengan konstitusi negara nya tanpa campur tangan dari negara lain. Oleh
karena itu, respon berlebihan Iran dengan merusak kantor kedutaan Arab Saudi
tidak bisa diterima, selain itu juga bertentangan dengan konvensi
internasional. (Dari berbagai sumber)