Tanya : Bismillah … Ustadz Abu Alifa yang saya hormati, ada beberapa yang ingin saya ketahui secara syari’at! Pertama, siapakah yang berhak menguburkan? Kedua, Bolehkah laki-laki yang bukan muhrim meletakkan jenazah istri saya? Ketiga, apakah hukumnya yang sedang junub menguburkan jenazah? Syukran!
Jawab : Bapak RS yang saya hormati, Pertama,
tentu yang lebih layak dan berhak menguburkan (mungkin meletakkan
dikuburan) adalah keluarganya diantaranya suami dan anak-laki2nya.
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ الله
“Dan orang-orang yang memiliki hubungan darah (mahram) satu sama lain lebih berhak dalam kitab Allah”(QS.Al-ahzab: 6).
Kedua dan Ketiga,
lebih diutamakan yang meletakkan jenazah kekuburan adalah laki-laki
yang malamnya tidak bercampur dengan istrinya. Hal ini pernah
dicontohkan oleh Rasulullah saw saat menguburkan putrinya (Ummu Kulsum).
Bahkan shahabat Ustman bin Affan yang merupakan suami dari putri nabi
saw itu dicegah secara halus oleh beliau. Saat jasad putri beliau,
ternyata yang meletakkan kekuburan itu adalah Ali bin Abi Thalib, Usamah
bin Zaid dan Thalhah Al-Anshary radhiyallohu-anhum.
عنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ شَهِدْنا بنتَ رَسولِ اللهِ صلى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلّمَ, وَرَسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ وَسَلّمَ جالسٌ على القبرِ
فرَأَيْتُ عينَيْهِ تَدْمَعَانِ, فَقَالَ: هَلْ فِيكُمْ مِنْ أَحَدٍ لَـمْ
يُقَارِفْ اللَّيْلَةَ؟ فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ أَنَا, قَالَ فَانْزِلْ فِي
قَبْرِهَا فَنَزَلَ فِي قَبْرِهَا فَقَبَرَهَا
Dari Anas ra, ia berkata: Kami menyaksikan pemakaman salah satu putri Rasulullah saw.
beliau duduk di sisi kubur putrinya, aku melihat kedua mata beliau
berlinang air mata, beliau bertanya, “Adakah seseorang yang tidak
mendatangi istrinya semalam?”Abu Thalhah menjawab, “Saya.” Kata beliau:
“Turunlah!” Lalu Abu Thalhah turun dan menguburkannya (HR. Bukhari, no 1342)
Peristiwa
yang terjadi pada masa Rasulullah saw tersebut menjadi dalil bahwa
bolehnya lelaki ajnabi (asing/bukan mahram) menguburkan atau meletakkan
jenazah ke liang lahad. Tetapi dalil diatas juga bukan mengharamkan
orang junub atau yang sudah bercampur malamnya dengan istri untuk
menguburkankan. Secara pribadi saya menyimpulkan bahwa mendahulukan
lelaki ajnabi yang tidak menggauli istri pada malam sebelumnya dari
suami atau mahram yang malamnya bercampur, dalam menguburkan jenazah
wanita lebih bersifat mustahabb (sunnah) dan lebih afdhal. Allohu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar