Tanya
: Assalamu’alaikum wr.wb. Pak Ustadz Abu Alifa Shihab yang saya
hormati, bolehkah kita menandai kuburan? atau menembok kuburan dan
memberi nama kuburan? Wassalam RGT Pontianak
Jawab : Wa’alaikumussalam wr.wb. Pertama,
mengenai memberi tanda pada kuburan pernah dilakukan oleh Rasulullah
saw. saat beliau selesai menguburkan shahabat Ustman bin Mazh’un ra.
“Diriwayatkan dari Muthallib bin
Abdullah ia berkata: Tatkala Utsman bin Mazh‘un wafat, jenazahnya
dibawa keluar dan dikuburkan, Nabi saw memerintahkan kepada seorang
laki-laki supaya mengambil batu, tetapi orang itu tidak kuat
mengangkatnya, lalu Rasulullah saw mendekatinya dan menyingsingkan kedua
lengannya. Berkata alMuthallib: Berkata seorang yang
mengkhabarkan kepadaku seolaholah aku melihat putih lengan Rasulullah
ketika disingsingkannya. Kemudian Rasulullah saw mengangkat batu itu
dan meletakkan diarahkan kepalanya, lalu berkata: Aku memberi
tanda kubur saudaraku ini dan aku akan mengubur keluargaku yang
meninggal di tempat itu.” (HR. Abu Dawud)
Dengan keterangan diatas, menandai kuburan dengan batu atau sejenisnya diatas kepala kuburan pernah dilakukan oleh Nabi saw.
Kedua, mengenai menembok kuburan merupakan perbuatan yang pernah dilarang oleh nabi saw : “Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw telah melarang mencat kubur, duduk diatasnya dan membangun di atasnnya.” (HR.Muslim)
Ketiga, tentang memberi nama pada kuburan, hal ini-pun menyalahi sunnah Nabi saw.
Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah saw melarang menulis sesuatu pada kuburan.” (HR. Ibnu Majah: 1563).
Untuk masalah yang ketiga ini sebagian
ulama ada yang membolehkan, hanya sekedar untuk memberi tanda dan
memberikan pembeda supaya tidak susah mencarinya.
Syaikh Al-Albani mengatakan: “…..
apabila batu yang diletakkan sebagai tanda supaya diketahui masih tidak
dapat mencapai maksudnya (kuburan itu tetap tidak dikenali) bisa
disebabkan oleh terlalu banyaknya kuburan (yang sama) atau terlalu
banyaknya batu-batu (yang sama) yang dijadikan tanda kuburan; maka saat
itu boleh ditulis pada kuburan sekadar tercapai maksud yang telah
disebutkan (supaya dapat dikenali) saja.” (Majalah Al-Furqon, Edisi 01 th. ke-8 1429 H/2008). Sementara mazdhab Syafi’i dan Hambali memandang makruh saja.
Akan tetapi melihat dhahirnya hadits
diatas, bahwa hukum memberi nama (menulis) pada kuburan dilarang oleh
Nabi saw. Akan tetapi sebagian ulama memandang bahwa larangan itu tidak
jatuh kepada haram, sebagaimana yang dianut oleh madzhab Syafi’i dan
Hambali. Allohu A’lam.