KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Kamis, 03 Desember 2015

FIQH JENAZAH (Bag-1)


A.      PENDAHULUAN 



Kaum muslimin pada umumnya memiliki anggapan, bahwa wajib  (fardlu) kifayah tidak perlu setiap individu muslim memahami dan mampu melaksanakannya cukup diwakili oleh kelompok kecil, karena toh cukup dengan kelompok kecil itu yang melaksanakan maka yang lain terbebas dari kewajiban. 

Paradigma diatas merupakan paradigma yang keliru dan salah, karena secara ke-ilmuan dan kemampuan melaksanakan kewajiban itu wajib dimiliki oleh setiap individu muslim (fardu „ain), walaupun dalam pelaksanaannya boleh diwakili oleh sebagian kecil yang memiliki kesempatan untuk melaksanakannya (fardu kifayah).

Pemahaman dan paradigma diatas merupakan dampak dari kurang sosialisasi / ta‟lim yang mengangkat topik kajian yang berkaitan dengan fardlu kifayah wabil khusus pengurusan janazah, dan diharapkan kajian ini dapat mewakili kajian-kajian fardlu kifayah yang berkaitan dengan pengurusan janazah.

Kurangnya kajian dan sosialisasi yang berkaitan dengan kewajiban ini, memberi peluang terhadap ‟amaliyah yang tidak memiliki landasan hadits sebagai pijakan, sehingga terjadi penyimpanganpenyimpangan ‟amaliyah dan kadang kala apa yang dicontohkan ditinggalkan, justru hal-hal yang tidak dicontohkan menjadi ‟amaliyah yang pokok dan rujukan masyarakat.

Adanya keengganan, rasa takut, risih dan kekhawatiran ummat apabila dilibatkan dalam pengurusan janazah, dari mulai memandikan, mengkafankan, menshalatkan dan menguburkan, sehingga ketika melayat tidak lebih dari hanya menyetor muka.

Perlu kita fahami bersama, bahwa melaksanakan fardlu kifayah (pengurusan janazah) dijanjikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan balasan pahala yang sangat besar (menshalatkan mendapatkan 1 qirat sedangkan apabila melibatkan diri dalam seluruh prosesi pengurusan janazah mendapatkan 2 qirat), 1 qirat sama dengan emas sebesar gunung Uhud.



B.      TUNTUNAN RASUL DALAM MENGHADAPI ORANG YANG SAKARATUL MAUT DAN KEPADA ORANG YANG MATI
 

1.      Mentalqinkan orang yang sedang sakaratul maut.

Ketika sakaratul maut datang kepada seseorang, maka kita yang menyaksikan hal tersebut harus membantu memberi ingat / membimbing orang tersebut dengan kalimat tauhid, sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW.   


Dari Abi Sa‟id dari Nabi SAW : ” Talqinkanlah (beri ingat / tuntun) oleh kamu orang yang sedang sekarat dengan kalimat Laa-ilaaha-illallah ” (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah)  

Dari Mu‟ad berkata : ” Aku mendengar Nabi bersabda ; Barangsiapa yang akhir ucapannya : Laa-ilaaha-illallah, ia akan masuk surga. (HR Ahmad & Abu Dawud)


Dari Utsman : Barangsiapa mati dan mengetahui : Laa-ilaahaillallah, ia akan masuk surga pada suatu hari walaupun ia menerima (siksa) yang patut ia terima sebelum itu. (HR Ibnu Hibban)


Masih banyak hadits-hadits shahih yang lain yang memiliki ma‟na yang sama. 
 

2.      Kewajiban yang hidup 

a.       Doa bagi yang meninggal dan keluarga yang ditinggalkan


Dari Ummu Salamah, dia memberitahu Nabi SAW bahwa Abu Salamah (suami Ummu Salamah) telah meninggal, Rasulullah SAW berkata kepada Ummu Salamah, bacalah olehmu : ” Yaa Allah Ampunilah dosaku dan dosa dia, dan semoga Engkau menggantinya dengan yang (lebih) baik ” (HR Ahmad – Muslim)


Kendatipun dalam kenyataan dijaman Rasulullah, bahwa Ummu Salamah mendapatkan pengganti suami yang lebih baik (yaitu menikah dengan Rasulullah), akan tetapi makna “menggantinya dengan yang lebih baik” dalam artian yang luas, sebagaimana ada dalam dua shalat janazah yang meminta ganti keluarga dengan   keluarga yang baik dan tempat yang lebih baik (lihat doa shalat janazah takbir kedua).


b.      Amalan-amalan yang diperintahkan Rasulullah SAW


Telah datang seorang laki-laki lalu bertanya : Yaa Rasulallah SAW adakah apa-apa kebaikan yang boleh saya kerjakan untuk ibu bapak saya sesudah matinya. Maka sabda Rasulullah SAW : ” Ada, yaitu : 1) Shalatkan atas (janazah) mereka 2) Mintakan ampun bagi mereka 3) Sempurnakan janji mereka 4) Hormati sahabat mereka 5) Beri pertolongan kepada keluarga yang bergantung dengan mereka. (HR Abu Dawud) 

3.      Menyegerakan mengurus janazah 


Memandikan  dan meng-kafankan janazah.


Telah berkata Malik. Dalam memandikan mayyat, menurut pendapatku, tidak ada batas ketentuan waktunya, demikian pula tidak ada ketentuan yang tertentu, tetapi pokoknya, badan mayyat itu dibersihkan dengan sebaik-baiknya (at-Tidmidziy)


Manfaat menyegerakan memandikan janazah diantaranya alasan medis (kondisi mayat apabila ditunda-tunda akan mengalami kerusakan fisik karena sudah mulai proses (pembusukan), berdasarkan pengalaman yang lalu ketika janazah dimandikan kondisinya kaku, kulit mudah mengelupas dan bau.


Rasulullah mensyariatkan kepada kita agar menyegerakan pengurusan janazah sampai menguburkannya sebagaimana rujukan hadits dibawah ini ; 


Dari Abi Hurairah berkata : bersabda Rasulullah SAW : Bersegeralah (membawa) janazah, karena jika ia (janazah) baik-baik, berarti kamu sekalian telah menyegerakan kebaikan, dan bila janazah itu tidak baik, maka (berarti) kejelekannya segera kamu tanggalkan dari bahu-bahu kamu. (HR Al-jamaah).

Dari Ibnu Umar aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Apabila mati salah seorang diantara kamu jangan ditahantahan, segerakan bawa kekuburannya. (HR Aththabrani dengan sanad sahih).


Menyegerakan menguburkan artinya kita harus segera menyelesaikan semua tahapan pengurusan janazah yang diakhiri dengan menguburkannya. Yang dimaksud “segera” adalah tidak menunda nunda pengurusan janazah dengan alasan yang tidak syar‟i (tanpa ada dasar hukum yang dirujuk). Kita harus secepatnya menguburkan janazah walaupun harus dilaksanakan pada malam hari, kecuali waktu yang terlarang, sesuai hadits di bawah ini.


Dari 'Uqbah bin 'Amr, ada tiga waktu yang Rasulullah Saw, larang kami bershalat padanya dan larang kami tanam mayit-mayit kami padanya, ketika sedang terbit hingga tinggi ia dan ketika tegak panas yang terik hingga tergelincir matahari, dan ketika hampir matahari terbenam.


Apabila tidak memungkinkan untuk dikuburkan pada malam hari (karena alasan teknis,  dll) paling tidak janazah tersebut sudah dimandikan dan dikafankan dengan tujuan agar para pelayat dapat men-shalat-kannya. 


4.      Hal yang perlu diperhatikan  

a.       Meletakan Janazah   


Dari Abi Qatadah, Sesungguhnya Barra bin Ausha pernah berwasiat meminta dihadapkan/diletakkan ke arah Qiblat, jika datang ajalnya, (sebab) Rasulullah SAW pernah bersabda : ” Hal yang seperti itu sesuai dengan fitrah”. (HR Hakim, Baihaqi)

Dari Barra‟ bin Azib berkata : ” Nabi SAW mengatakan kepadaku apabila engkau akan tidur, berwudlulah terlebih dahulu, seperti wudlu untuk shalat, sesudah itu berbaringlah ke sebelah kanan dan bacalah : ” Yaa Allah kuserahkan diriku kepada Engkau, aku berserah diri urusanku kepada Engkau, dengan pengharapan (beroleh kebaikan) dan takut (mendapat siksa) tidak ada tempat berlindung dan tempat mencari keselamatan hanyalah kepada Engkau, Yaa Allah aku percaya kepada Kitab yang Engkau turunkan dan Nabi yang Engkau utus”. Kalau kamu mati di malam itu niscaya mati dalam Islam (fitrah) dan jadikanlah ucapan yang diatas penghabisan perkataanmu. (HR Bukhari) 

Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW tentang dosa besar. Maka jawab Nabi SAW :Menghina Ka‟bah / Baitullah yang Mulya kiblat kamu diwaktu hidup dan waktu mati (HR Abu Dawud , Nasa‟i).


Dari beberapa hadits diatas dapat kita simpulkan, bahwa yang dimaksud meletakan janazah menghadap qiblat adalah dengan posisi mayyat utara – selatan (seperti posisi pada saat janazah dishalatkan) dengan kepala sebelah utara dan dimiringkan ke arah Qiblat.


Sementara pada umumnya masyarakat memahami, bahwa menghadap qiblat itu dengan meletakkan janazah / mayyat barat-timur dengan posisi kepala di sebelah timur.


b.      Pembacaan Ayat-ayat al-Quran dan bacaan lainnya dihadapan Janazah. Tidak ada rujukan atau dalil yang menunjukkan, bahwa Rasulullah mencontohkan hal yang demikian. Walaupun ada hadits yang menyatakan Rasulullah memerintahkan membaca surah Yasin di kala sakaratul maut, derajatnya dloif (lemah) karena ada dua rawi yang berturutan (Abi Utsman dan Bapaknya yang tidak dikenal oleh ahli hadits), sehingga tidak dapat dijadikan rujukan / hujjah.


c.       Kondisi mayyat, mata melotot, mulut terbuka dll.


Dari Ummu Salamah berkata : Datang Rasulullah SAW melayat mayyat Abu Salamah yang matanya melotot, kemudian beliau menutupkannya, kemudian beliau bersabda : ” Sesungguhnya ruh itu bila dicabut (oleh Allah) biasa diikuti oleh matanya.” (HR Muslim).


Dari Siti „Aisyah ra : Bahwasanya Abu Bakar (ayahnya) datang melihat Rasulullah SAW  waktu wafat, beliau dikerudungi selimutnya, maka ia membukakan dari sebelah mukanya, lalu memeluk dan menciumnya. (HR Ahmad, Bukhari, Nasai). 


Dari Siti ‟Aisyah ra : Bahwasanya Nabi SAW pernah mencium Utsman bin Mad‟un ketika itu dia telah menjadi mayyat dan Rasulullah SAW (ketika itu) menangis. (HR AtTirmidziy)


Apabila melayat orang meninggal diperbolehkan (sesuai hadits diatas) untuk memeluk, mencium bahkan menangis (manusiawi) akan tetapi tidak boleh meratapi (meraungraung).




C.      MEMANDIKAN JANAZAH


Sebelum memandikan janazah, hendaklah dipersiapkan terlebih dahulu kelengkapan dan persiapan awal  untuk mengkafankan (secara rinci dibahas pada Bab Meng-kafankan Janazah). Adapun prosesi memandikan janazah, adalah sbb. : 


1.      Persiapan memandikan janazah

a. Siapkan tempat memandikan janazah

b. Siapkan alat-alat untuk memandikan, seperti ; penampungan air (jolang, bak, ember), selang, gayung (cidukan).

c. Sabun mandi

d. Sarung tangan dan masker

e. Pembersih kuping, hidung, kuku, seperti cotton buds.

f. Handuk

g. Air kapur barus

h. Kain panjang 2 (dua) lembar

i. Sisir 

2.      Tata cara memandikan janazah



Dari Ummu Athiyah ia berkata : Rasulullah SAW bersabda ” Mandikan mayyat itu mulailah dari sebelah kanan dan anggotaanggota wudlu. (HR Bukhari, at-Tirmidzi, Ibnu Majah)

Dari Ummu Athiyah ra dia berkata : Rasulullah SAW pernah masuk kepada kami, yaitu ketika putrinya (Ummu Athiyah) meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda : Mandikan 3X atau 5X atau lebih kalau sekiranya perlu, yaitu dengan air dan bidara (semacam sabun) dan yang terakhir memakai kapur (barus), atau yang sebanding dengan itu. Jika telah selesai beritahulah saya. Setelah selesai memandikan, kami memberitahu beliau, kemudian Rasulullah memberikan sarungnya sambil berkata : nah bungkuslah mayyat itu dengan sarung ini. (HR Bukhari, Muslim, at-Tirmidziy)


Pada satu lafadl : Mandikan mayyat itu ganjil, 3X atau 5X atau 7X atau lebih dari itu jika perlu. (Muttafaqun ‟alaihi)


Telah berkata Malik. Dalam memandikan mayyat, menurut pendapat kami, tidak ada batas ketentuan waktunya, demikian pula tidak ada ketentuan yang tertentu, tetapi pokoknya, badan mayyat itu dibersihkan dengan sebaik-baiknya (at-Tidmidziy)


Bilangan dalam memandikan mayyat dengan hitungan ganjil (3X,5X,7X dst), dimana setiap bilangan (1X) merupakan satu prosesi mandi (menyiram, menyabun, menggosok dan menyiram lagi).


Merujuk kepada hadits-hadits tersebut diatas, maka prosesi memandikan janazah memiliki urutan sebagai berikut ;

a. Mengguyur / menyiram diawali dari bagian kanan dan diikuti bagian kiri janazah.

b. Mencucikan anggota wudlu.

c. Memandikan seperti layaknya prosesi mandi dengan bilangan ganjil.

d. Menyiram dengan air kapur barus diatas kain (sebagai penyaring) dan tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam prosesi memandikan.

e. Mengeringkan janazah dengan handuk.

f. Mengganti kain panjang dengan yang kering sebagai penutup janazah, selanjutnya diangkat ke tempat prosesi peng-kapanan yang sudah dipersiapkan. 


Dari urutan tersebut diatas, mayyat harus tetap terjaga auratnya. 

3.      Keutamaan orang yang memandikan janazah.

Dari Siti Aisyah berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW barangsiapa memandikan mayyat sambil menyempurnakan segala amanat dan tidak mempergunjingkan segala ke‟aiban yang ada pada diri simayyat itu, dia (yang memandikan) itubersih dari dosa laksana seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya. (Kemudian) Rasulullah SAW bersabda pula : ” Akan lebih utama yang memandikan mayyat adalah kerabatnya, apabila tidak ada yang memiliki ilmunya maka serahkan kepada orang yang berilmu,teliti dan ahli amanat.” (HR Ahmad)
 

4.      Hal yang perlu diperhatikan dalam memandikan janazah
 

a.       Memandikan Mayyat Perempuan

Kata Ummu Sulaem telah bersabda Rasulullah SAW : ” Jika seorang perempuan meninggal dunia, kalau mereka hendak memandikannya, dahulukan perutnya, kemudian usaplah dengan perlahan-lahan, jika perempuan tidak hamil, tetapi kalau didalamnya ada bayi (mengandung) maka janganlah digoyang-goyangkan (HR al-Khilaal)

Sesungguhnya Ummu Athiyah berkata : ” Kami menyisir rambut mayyat wanita itu dengan tiga untaian rambut (kepang tiga). (HR Abu Dawud, Ibnu Majah).

Kata Ummu Athiyah : Kami menguntai rambutnya dengan tiga untaian kemudian dilepaskan kebelakang. (HR Mutafaqun ‟Alaihi).

Dari Abdullah bin Haris : Ali telah memandikan mayyat Nabi SAW dengan sekeping kain ditangannya, ia memasukkan tangannya kedalam baju Nabi SAW dengan tidak membuka baju itu. (HR Hakim)


Para shabat pernah memandikan Nabi SAW, padahal pada badan beliau masih memakai qomis (semacam baju) mereka menyiramkan air diatas qomisnya, serta menggosokkannya dengan qomis itu dibawah tangantangan mereka. (HR Abu Dawud)


Dari Ali bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kamu memperlihatkan pahamu, juga jangan melihat paha yang hidup atau paha mayyat. (HR Abu Dawud).


b.      Memandikan Mayyat Bayi

Dari Abdullah bin Mas‟ud RA telah bersabda Rasulullah SAW : Sesungguhnya kejadian diantara kamu di dalam perut ibunya 40 hari, kemudian jadi sekepal darah, seperti tadi (40 hari) kemudian jadi sekepal daging, seperti tadi (40 hari) kemudian Allah mengutus Malaikat membawa 4 kalimat (tugas) yaitu : 1) ditetapkan rizqinya ; 2) Ajalnya ; 3) Amalnya untung dan ruginya 4) kemudian ditiupkan ruh padanya. (HR Bukhari & Muslim)


Berkata Imam Safi'ie : Sesungguhnya hanya yang dimandikan itu (bagi bayi yang keguguran) yang sudah berumur empat bulan, sebab pada 40 yang keempat (sudah) ditulis rizqinya, ajalnya. Sedangkan kejadian itu hanya terjadi pada yang hidup.



c.       Yang memandikan mayyat tidak perlu mandi


Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda kamu sekalian tidak perlu mandi, bila telah memandikan mayat, jika yang memandikannya, sebab mayat kamu itu suci tidak najis, cukup cuci saja tangan-tangan kamu. (HR Baihaqi).


d.      Janazah yang tidak perlu dimandikan

Dari Jabir bin Abdullah .... Nabi menyuruh mengubur (orang-orang yang mati syahid) dengan darahnya dan tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.


e.       Suami memandikan janazah isteri dan sebaliknya.

Dari Siti „Aisyah berkata : Rasulullah SAW pulang ke rumah dari mengantarkan orang mati dikuburkan. Diwaktu itu saya sakit kepala dan berkata : “Aduhai sakit kepalaku” dan Rasulullah juga berkata : “Aduhai sakit kepalaku”. Kalau engkau meninggal duluan („Aisyah) akulah yang akan memandikan engkau, mengkafankan engkau dan yang akan menyalatkan atas kamu dan akan mengubur kamu. (HR Ahmad, Ibnu Majah)



Sesungguhnya Abu Bakar Siddiq RA telah berwasiat kepada St Asma (istrinya) agar dia memandikannya (jika meninggal lebih dahulu), (betul juga) St Asma yang memandikan suaminya. (Al-Baihaqi) ... Bersambung!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar