KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Sabtu, 09 Februari 2013

KEHIDUPAN JIN




Tanya : Bismillah, ustadz Abu …pakah kita dibenarkan meminta pertolongan Jin? Dan apakah Jin itu bisa dilihat? Dan apakah Jin itu suka makan? Dimana tempat Jin itu? DF Klender Jakarta Timur 

Jawab : Kalau kita lihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jin diartikan sebagai makhluk halus (yang dianggap berakal). Dari segi bahasa Alquran, kata jin terambil dari akar kata yang terdiri dari tiga huruf: jim, nun, nun. 

Menurut pakar-pakar bahasa, semua kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf ini mengandung makna ketersembunyian atau ketertutupan. Kata janna dalam Alquran surah Al-An’am ayat 76 berarti menutup. Kebun yang lebat pepohonannya sehingga menutup pandangan dinamai jannah. Surga juga dinamai jannah karena hingga kini ia masih tersembunyi, tidak terlihat oleh mata. Manusia yang tertutup akalnya (gila) dinamai majnuun, sedangkan bayi yang masih dalam perut ibu karena ketertutupannya oleh perut dinamai janinAl-junnah adalah perisai karena dia menutupi seseorang dari gangguan orang lain, baik fisik maupun nonfisik. Al-shiyam Junnah (Shaum/puasa adalah perisai)...

Orang-orang munafik menjadikan sumpah mereka sebagai junnah demikian Alquran surah Al-Munafiqun ayat 3, yakni menjadikannya sebagai penutup atau benteng  kesalahan agar mereka terhindar dari kecaman atau sanksi. Kalbu manusia dinamai janaan karena ia dan isi hati tertutup dari pandangan dan pengetahuan. Karena itu pula roh dinamai janaan. Kubur, orang mati, kafan semuanya dapat dilukiskan dengan kata janaan karena ketertutupan dan ketersembunyian yang selalu berkaitan dengannya. Kata jin pun demikian, ia tersembunyi dan tertutup.

Haram hukumnya meminta bantuan jin untuk mengetahui penyakit yang hinggap atau cara mengobatinya, atau untuk hal apapun. Karena meminta pertolongan dari jin itu syirik, berdasarkan firman Allah:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan..” (Q.S Al-Jin : 6)

Manusia tidak dapat melihat jin dalam bentuk yang asli karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, :

يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ

“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya, Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin  bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf:27)

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Setan terkadang menjelma dengan berbagai bentuk sehingga memungkinkan (bagi manusia) untuk melihatnya. Firman Allah ta’ala, ‘Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka,’ dikhususkan pada kondisi bentuknya (yang asli) yang Allah telah ciptakan.” (Fathul Bari, penjelasan hadis no. 2311) 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa suatu ketika Nabi Saw membawa sebelanga air untuk berwhudu dan berhajat. (ketika ia [Abu Hurairah) mengikutinya, Nabi Saw bersabda, “siapa ini?” ia berkata, “aku, Abu Hurairah”. Nabi Saw bersabda, “bawakan aku batu (untuk bersuci), jangan tulang atau kotoran hewan”. Abu Hurairah selanjutnya berkata; maka dengan ujung bajuku aku membawakan sejumlah batu dan setelah itu pergi menjauh. setelah selesai, aku berjalan bersamanya dan berkata, “mengapa (kau melarangku membawa) tulang atau kotoran binatang?” Nabi Saw bersabda, “itu makanan jin”.(HR.Bukhari 115)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Rasulullah saw. mendatangi tempat buang air lalu memerintahkan aku untuk mencari tiga buah batu. Aku menemukan dua buah batu dan berusaha mencari satu lagi namun tidak kutemukan. Lalu aku mengambil kotoran hewan dan membawanya kepada Rasulullah saw. Beliau mengambil dua buah batu dan membuang kotoran hewan. Beliau bersabda, ‘Benda ini adalah kotoran (najis)’,” (HR Bukhari (156). 

Diriwayatkan dari ‘Amir, ia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Al-Qamah, apakah Ibnu Mas’ud turut menyaksikan bersama Rasulullah saw. pada malam beliau bertemu utusan jin?” ‘Al-Qamah berkata, “Aku telah bertanya kepada ‘Abdullah bin Mas’ud, Adakah salah seorang dari kalian yang menyertai Rasulullah saw. pada malam beliau bertemu dengan utusan jin?” Ia menjawab, “Tidak ada! Namun pada malam itu kami bersama Rasulullah saw., lalu kami kehilangan beliau. Kami telah mencari beliau di lembah dan jalan perbukitan, namun tidak menemukan beliau, hingga kami katakan, ‘Barangkali beliau dibawa jin atau beliau dibunuh secara misterius.’ Kami pun melewati malam paling kelabu dalam hidup kami. Pagi harinya tiba-tiba beliau muncul dari arah Hiraa’. Kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami kehilanganmu dan kami telah berusaha mencarimu namun tidak ketemu, kami pun melewati malam  paling kelabu dalam hidup kami.” Lalu beliau mengatakan, “Seorang utusan jin datang menemuiku, lalu aku pergi bersamanya. Aku membacakan Al-Qur’an kepada mereka.” Kemudian Rasulullah saw. membawa kami ke tempat itu dan memperlihatkan kepada kami jejak-jejak mereka dan bekas api unggun mereka. Mereka telah meminta bekal kepada Rasulullah saw. Beliau berkata, “Bagi kalian setiap tulang yang kalian temukan yang diucapkan nama Allah padanya. Makanan itu lebih baik bagi kamu dari pada daging, dan setiap kotoran hewan adalah makanan bagi hewan tunggangan kalian.” Kemudian Rasulullah saw. berkata, “Maka dari itu, janganlah kalian beristinja’ dengan kedua benda tersebut karena keduanya adalah makanan saudara kalian dari kalangan jin,” (HR Muslim 450).

Seperti halnya manusia, jin juga punya tempat tinggal dan bahkan beranak pinak. Tentu saja, tempat tinggalnya berbeda dengan tempat tinggal manusia. Rumahnya tak terlihat oleh manusia. Bahkan, dalam berbagai literatur, disebutkan bahwa sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul, kaum jin pernah menduduki beberapa tempat yang ada di langit. Di sana, mereka mendengar berita dan informasi yang ada di langit. Namun, ketika Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul, para jin ini tidak lagi tinggal di tempat tersebut. Bahkan, mereka juga tak mampu mencari informasi atau kabar dari langit. Lihat surah Al-Jin ayat 8-9. Sejak tak mampu lagi menembus kabar dari langit dan bertempat tinggal di sana, para jin mencari tempat tinggal yang baru. Mereka tinggal di atas muka bumi ini. Rasul SAW mengabarkan, banyak tempat yang disukai oleh jin, di antaranya laut, kamar mandi, tempat yang kotor (sampah), dan lainnya.

Toilet adalah salah satu tempat di muka bumi yang disukai jin. Karena itu, Nabi SAW menganjurkan setiap orang yang akan memasuki toilet memohon perlindungan Allah SWT dengan membaca, “Allahumma inni a’udzu bika min al-khubutsi wa al-khaba’its (Ya, Allah, aku memohon perlindunganmu dari gangguan jin pria dan jin wanita).”

Prof.DR.Quraish Shihab menjelaskan, pegunungan, lautan, pasar, dan atap rumah juga disebut-sebut dalam berbagai riwayat sebagai tempat yang disukai jin. Ibnu Taimiyah menulis bahwa jin banyak berada di tempat-tempat kumuh, yang di dalamnya tedapat najis, seperti tempat pembuangan sampah dan kuburan.

Sebagaimana manusia dan hewan, para jin ini juga makan dan minum, menikah, dan beranak pinak. Menurut Syekh Abdul Mun’im Ibrahim, para jin ini adalah penghuni dunia yang hidup di tempat-tempat sepi dari manusia dan di padang pasir. Dan di antara para jin itu, ada yang hidup di pulau-pulau di tengah laut, di tempat sampah, di tempat rusak, dan di antara mereka ada yang hidup bersama manusia. Allohu A’lama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar