KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Selasa, 20 Maret 2012

KEDUDUKAN SHALAT ARBA'IN

Tanya : Bismillah … maaf ustadz Abu Alifa saya ingin memahami masalah shalat Arba’in. Apakah ada keterangannya? Kalau ada bagaimana kedudukannya? Dan bolehkah kita shalat sebanyak mungin di masjid tersebut (Nabawi)! Hamba Allah Jawa Barat

Jawab : Hadits yang dipakai sandaran amal shalat Arba’in adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (HR. Ahmad juz 4, hal. 314, no. 12584) dari Anas Bin Malik ra , bahwasannya Nabi saw pernah bersabda :

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً لا يَفُوتُهُ صَلاةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ ، وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ ، وَبَرِئَ مِنْ النِّفَاقِ
 
Siapa saja yang pernah shalat di Masjidku sebanyak 40 kali shalat, ia tidak ketinggalan shalat (terus menerus), maka niscaya dituliskan baginya kelepasan dari api neraka dan keselamatan dari adzab dan terlepas dari kemunafikan.”
Ada perbedaan pandangan dalam menilai derajat hadits tersebut diatas
.
Pertama, hadits diatas termasuk katagori lemah (dhaif) karena pada sanad hadits tersebut ada rawi yang bernama Nubaith bin Umar. Nubaith bukanlah seorang perawi dari perawi-perawi yang ada di dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim bahkan bukan perawi yang ada di dalam kitab-kitab hadits yang enam, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan An Nasai. Nubaith adalah seorang perawi yang majhul hal, karena hampir semua dari para ahli hadits yang menyatakan dia adalah perawi yang tidak tsiqah, Al Albani menyatakan hadits ini “Lemah” (Silsilatu al- ahaadiitsi al-dla'iifah wa al-maudluu'ah juz 1, hal. 540, no. 364), bahkan dalam kitab Dha’ifut Targhib, no hadits: 755 bahwa hadits tersebut masuk dalam kategori mungkar (istilah di dalam ilmu hadits yang maksudnya adalah: hadits yang lemah menyelisihi hadits yang shahih).
 
Kedua,  Ibnu Hibban menyatakan bahwa Nubaith bin Umar adalah perawi yang tsiqah (terpercaya). Al Haitsamiy didalam Al-Zawaid menyebutkan bahwa Tirmidzi meriwayatkan sebagian. Imam Ahmad juga meriwayatkannya serta Thabrani meriwayatkannya didalam al Ausath dan orang-orangnya bisa dipercaya. Al Mundziriy didalam at-Targhib (2/136) mengatakan : Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya adalah perawi-perawi yang shahih begitu pula dengan Thabrani didalam  al-Ausath dan pada Tirmidzi dengan lafazh lainnya. Itulah beberapa pandangan muhadditsin mengenai status dan derajat hadits diatas.

Adapun mengenai shalat sebanyak mungkin dimasjid Nabawi atau-pun dimasjid al-Haram, tanpa dikaitkan dengan shalat Arbain ataupun dikaitkan dengan pelaksanaan Haji, tentu saja diajurkan. Hal ini berdasarkan keterangan.
 
Dari Abu Hurairah r.a. ia pernah informasi bahwa Nabi saw., ”Tidaklah pelana kuda diikat (untuk bepergian), kecuali ke tiga masjid: (pertama) masjid ini, (kedua) Masjid Haram, dan (ketiga) Masjidil Aqsh.,” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:63 no:1189, Muslim IIL1014 no:1397, ’Aunul Ma’bud VI:15 no:2017 dan Nasa’i II:37).
 
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid-masjid lainnya, kecuali di Masjidil Haram.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:63 no:1190, Muslim II:1012 no:1394, Tirmidzi I:204 no:324, Nasa’i II:35). Allohu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar