KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Minggu, 22 Maret 2015

MENDUDUKKAN KEMBALI MASALAH SHALAWAT (bag-2)



 lanjutan ...!

Oleh : DR.H.Jeje Zainuddin M.Ag

Cara Bershalawat Kepada Nabi

Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari jalan Abu Mas'ud al-Anshari yang mengatakan :

"Ketika kami berada di majlis Sa'ad bin Ubadah, Rasulullah datang menemui kami. Kemudian Basyir bin Sa'ad berkata kepada beliau ; Allah ta'ala memerintahkan kami untuk bershalawat kepada engkau, wahai utusan Allah, bagaimanakah kami bershalawat kepada engkau? Rasulullah terdiam sehingga kami beranggapan sekiranya tidak dilontarkan pertanyaan seperti itu. Lalu beliau bersabda : Ucapkanlah oleh kalian ; Allahumma shalli ala muhammad wa ala ali muhammad kama shallaita ala ali ibrahim, wa barik ala muhammad wa ala ali muhammad kama barakta ala ali ibrahim fil-alamina innaka hamidun majid, sedang salam adalah apa yang telah kalian ketahui".
Hadist ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ahmad dan yang lainnya.

Imam Ahmad dalam Musnad-nya meriwayatkan dari Abu Mas'ud, Uqbah bin Amr ia mengatakan ;

"Seorang laki-laki datang lalu duduk dihadapan Rasulullah, sementara kami sedang berada disampingnya. Ia berkata : Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahui salam kepada engkau, maka bagaimana jika kami shalawat kepada engkau dalam shalat kami? Rasulullah diam sehingga kami menginginkan sekiranya orang itu tidak bertanya. Kemudian beliau bersabda, katakanlah! "Allahumma shalli ala muhammadin nabiyil ummiyi wa ala ali muhammad kama shallaita ala ibrahim wa ala ali ibrahim, wa barik ala muhammadin nabiyyil ummiyi awa ala ali muhammad kama barakta ala ibrahim wa ala ali ibrahim, innaka hamidun majid".
Hadits ini diriwayatkan pula oleh ulama ahli hadits seperti Abu Dawud, Daruquthni, Al-Hakim, Nasai, Baihaqi dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ibnu Hibban dan Hakim.

Imam Bukhari dalam shahihnya meriwayatkan dari Abdul Rahman bin Abi Laila yang mengatakan ;

"Saya berjumpa dengan Ka'ab bin Ujrah, ia berkata kepadaku, Maukah kamu aku beri hadiah yang aku pernah mendengarnya dari Nabi? Tentu, hadiahkanlah ia kepadaku! Jawabku. Ia berkata lagi, Kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimanakah kami bershalawat kepada engkau, wahai ahlul-bait, karena Allah telah mengajarkan kepada kami cara bersalam kepada engkau? Beliau menjawab, Ucapkanlah ; Allahumma shalli ala muhammad wa ala ali muhammad kama shallaita ala ibrahim wa ala ali ibrahim innaka hamidun majid. Allahumma barik ala muhammad wa ala ali muhammad kama barakta ala ibrahim wa ala ali ibrahim innaka hamidun majid".
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan yang lainnya.

Imam Bukhari juga meriwayatkan dalam shahihnya dari jalan Abu Humaid Assaidi, bahwa para shahabat bertanya kepada Nabi, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami bershalawat kepada engkau? Beliau menjawab, ucapkanlah; Allahumma shalli ala muhammad wa ala azwajihi wa dzurriyyatihi kama shallaita ala ibrahim, wa barik ala muhammad wa azwajihi wa dzurriyyatihi kama barakta ala ali ibrahim innaka hamidun majid".

Dengan bersumber dari Abu Said al-Khudri, Imam Bukhari juga meriwayatkan dalam shahihnya.
"Kami (para shahabat) berkata, Wahai Rasulullah, mengenai salam kami telah mengetahui, bagaimanakah cara bershalawat kepada engkau? Beliau bersabda, katakanlah ; Allahumma shalli ala muhammad abdika wa rasulika kama shallaita ala ali ibrahim, wa barik ala muhammad wa ala ali muhammad kama barakta ala ali ibrahim".

Imam Ahmad dalam Musnad-nya meriwayatkan dari shahabat Nabi bahwa beliau SAW. bershalawat (kepada diri beliau sendiri) dengan mengucapkan, "Allahumma shalli ala muhammadin wa ala ahli baitihi wa ala azwajihi wa dzurriyatihi kama shallaita ala ali ibrahim innaka hamidun majid, wa barik ala muhammadin wa ala ahli baitihi wa ala azwajihi wa dzurriyatihi kama barakta ala ali ibrahim innaka hamidun majid".
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam at-Thahawi dalam Musykilul-Atsar. Syeikh Nashiruddin al-Bani telah menilai shahih hadits ini dan Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat telah menyelidikinya serta menyatakan bahwa hadits ini shahih atas syarat Bukhari dan Muslim.

An-Nasai dalam Amalul Yaum wal Lailah meriwayatkan dari Abu Harairah, ia berkata, "Wahai Rasulullah bagaimanakah kami bershalawat kepada engkau? Beliau menjawab, Katakanlah, "Allahumma shalli ala muhammad wa ala ali muhammad wa barik ala muhammad wa ala ali muhammad kama shallaita wa barakta ala ibrahim wa ali ibrahim innaka hamidun majid".
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Jalaul Afham dan oleh Imam Nashiruddin al-Bani dalam Shifat Shalat Nabi

Masih banyak sekali hadits Nabi tentang redaksi shalawat tetapi pada dasarnya berkisar kepada apa yang telah dikemukakan diatas. Dengan memperhatikan keseluruhan hadits-hadits tersebut kita dapat menetapkan :

Pertama, bahwa dalam pengucapan shalawat kepada Nabi mencakup dua doa utama, yaitu permohonan shalawat dan keberkahan.

Kedua, pengucapan shalawat dan keberkahan kepada Nabi ada yang menggunakan lafadz ala muhammad wa ala ali muhammad (atas Nabi dan keluarga Nabi) saja, ada yang menggunakan tambahan lafadz, ala muhammad wa ala azwajihi wa dzurriyatihi (atas muhammad, atas istri-istrinya, dan keturunannya), dan ada juga dengan lafadz ala muhammad, ahlul baitihi, wa azwajihi wa dzurriyatihi (atas muhammad, ahlu baitnya, istri-istri dan anak cucunya)

Ketiga, dalam menyebut nama Nabi Muhammad, terdapat lafadz yang berbeda, yaitu ala muhammad saja, ala muhammadin nabiyyil ummiyi, dan ala muhammadin abdika wa rasulika.

Keempat, lafadz innaka hamidun majid ada yang satu kali di akhir saja, dan ada yang dua kali antara shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, serta setelah memohon keberkahan bagi Nabi Muhammad dan keluarganya dan bagi ibrahim beserta  keluarganya.

Kelima, lafadz shalawat bagi Nabi Ibrahim ada yang pakai ala ibrahim wa ala ali ibrahim dan ada yang tidak pakai ala ibrahim, melainkan langsung wa ala ali ibrahim saja.

Dari hadits diatas juga disebutkan bahwa Nabi sendiri bershalawat bagi diri beliau dan keluarganya. Dan pada sub bahasan paling awal beliaupun mendo'akan dengan shalawat kepada umatnya, yang dicontohkan kepada Abi Aufa dan seorang wanita shahabiyat.

Setelah jelas lafadz-lafadz shalawat yang di imlakan langsung oleh Rasulullah kepada para shahabatnya, masih terselip pertanyaan, Apakah lafadz-lafadz shalawat diatas khusus dalam shalat ataukah umum? Bagaimanakah jika bershalawat didalam shalat dengan lafadz yang tidak dicontohkan Nabi secara sempurna? Dalam hal ini para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama membolehkan dengan menyebutkan sebagian saja dari lafadz shalawat, seumpama hanya sampai allahumma shalli ala muhammad, sebab itupun sudah memenuhi perintah untuk bershalawat. Sebagian lagi mengharuskan secara penuh sebab dinamakan shalawat yang masyru', yang disyariatkan itu yang lengkap dari Nabi. Adapun diluar shalat maka para ulama memandang cukup dan memadai jika menyampaikan shalawat dan salam dengan lafadz shallallahu alaihi wa sallam, meskipun tentu yang paing utama dengan redaksi yang lengkap dari Nabi.

Adapun lafadz-lafadz shalawat yang diada-adakan tanpa contoh dari Nabi, para shahabat maupun imam-imam salaf, seperti yang mereka namakan dengan shalawat badriyah, shalawat kamilah, shalawat munfarijah, dan lain-lain, dengan membuat ketentuan waktu-waktu membacanya, jumlah bilangan bacaannya, serta hasiat-hasiat kegunaannya, semua itu jelas merupakan bid'ah yang menyalahi sunnah disyariatkannya shalawat dan karenanya kau muslimin seharusnya meninggalkannya.

Waktu-Waktu Diperintahkan Bershalawat

Sebagaimana disebutkan pada pembahasan dimuka bahwa Allah memerintahkan kaum mukmin agar bershalawat kepada Nabi saw. sedang asal dari perintah adalah wajib. Hanya saja, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Katsir dalamTafsirnya, para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban bershalawat itu. Ada ulama yang memahami kewajiban bershalawat itu hanya satu kali seumur hidup dan selain yang sekali itu hanyalah sunnat. Ada juga yang menyatakan wajib disetiap saat dan tempat yang dikhususkan oleh syara dan selain yang ditentukan hukumnya anjuran saja. Sebagian lagi dari ulama membedakan, saat dan tempat tertentu yang diperintahkan untuk bershalawatpun tidaklah sama hukumnya, ada yang wajib dan ada yang sunat saja.

Perbedaan paham para ulama itu adalah wajar, sebab jika kita mencoba mencermati ayat perintah bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara seksama maka akan memberikan beberapa alternatif pemahaman.

Pertama, bahwa shalawat itu wajib satu kai sja seumur hidup dengan alasan bahwa asal perintah tidak menuntut berulangkali, sedang diluar yang satu kali itu hanyalah sunnah dan anjuran saja. Sebagaimana perintah ibadah haji tidak menuntut berulang kali.

Kedua, memahami kewajiban shalawat secara mutlaq disegala tempat dan di segala waktu yang orang dapat bershalawat padanya serta dengan lafadz yang umum yang mencakup doa shalawat dan salam, sebab al-quran sendiri tidak membatasi pada keadaan dan tempat-tempat tertentu untuk shalawat. Adapun mengenai anjuran shalawat yang dihubungkan dengan waktu-waktu tertentu itu tidak berarti bahwa diluar waktu itu tidak disyariatkan, sebab dalam kaidah ushul dinyatakan penyebutan sebagian lafadz umum tidak berarti penghususan, maka adanya perntah shalawat pada waktu-waktu tertentu menunjukkan bahwa disaat tersebut lebih layak lagi memanjatkan shalawat dan jika meninggalkannya berarti meninggalkan kelayakan yang ditetapkan agama. Terlebih-lebih jika mengingat esensi shalawat adalah do'a, berdoa diperintahkan disetiap saat dan tempat yang layak sesuai dengan kebutuhan. Adanya perintah berdoa disaat dan tempat tertentu dengan lafadz tertentu pula tidak boleh dipahami bahwa diluar itu tidak boleh berdoa. Hal serupa juga berlaku dalam memahami dzikir kepada Allah swt.

Ketiga, memahami perintah shalawat dengan cara, redaksi, dan tempat atau waktu-waktu yang ditetapkan oleh syariat saja, sedang diluar itu tidak dibenarkan. Dengan argumen bahwa shalawat itu ibadah makhdhah yang sudah ditetapkan waktu, tempat dan kaifiyatnya.

Menurut hemat penulis, adalah benar bahwa ayat perintah shalawat dan salam kepada Nabi mengandung makna yang umum dan mutlaq. Jadi pada dasarnya diperintahkan dimana dan kapan saja dengan lafadz yang mengandung arti shalawat dan salam. Tetapi meskipun demikian ada waktu dan tempat serta lafadz yang dihususkan oleh Nabi bagi umatnya. Maka pada waktu, tempat dan lafadz yang khusus itu seharusnyalah kaum muslimin berpegang kepada apa yang dicontohkan Nabi. Sedang diluar itu tidaklah salah kalau orang bershalawat dengan lafadz yang lain yang mencakup makna shalawa dan salam kepada Nabi. Sebagaimana tidaklah salah kalau orang bershalawat diluar waktu yang ditentukan dengan bahasanya sendiri. Karena itulah para ulama membolehkan dengan lafadz shallallahu alaihi wasallam meskipun lafadz itu tidak ada contoh langsung dari Nabi. Tetapi diambil dari pemahaman ketika Nabi memberi shalawat kepada Abu Aufa dan kepada seorang wanita shahabiyat. Allahumma shalli ala abi aufa, dan shallallahu alaika wa ala zaujika.

Yang penting diingat juga bahwa shalawat itu bagian dari jenis doa dimana doa sudah diatur tatacara pelaksanaannya dalam hal merendahkan suara, khusyu' dan tadharru'an.

Adapun waktu-waktu yang diperintahkan untuk bershalawat kepada Nabi, disini penulis akan mengutip apa yang diuraikan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya, yaitu :

1. Dalam Tasyahud Shalat

Para ulama sepakat mengenai keharusan membaca shalawat dalam tasyahud shalat. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Apakah wajib atau sunnah saja dan apakah keharusan itu dalam setiap tasyahud, awal dan akhir, atau pada tasyahud akhir saja? Terlepas dari perbedaan pendapat diatas kita mengambil hal yang disepakatinya yaitu keharusan membaca shalawat dalam tasyahud shalat baik yang awal atau yang akhir sesuai dengan hadits Nabi saw.

Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya hadits shahih dari Fadhalah bin Ubaid ia mengatakan;
"Rasulullah mendengar seorang berdoa dalam shalatnya tanpa memuji Allah dan shalawat kepada Nabi. Beliau bersabda, Orang ini telah tergesa-gesa! Kemudian memanggilnya lalu bersabda kepada orang itu atau kepada orang lain, "Jika seorang diantaramu shalat maka mulailah dengan memuji dan menyanjung Tuhannya (dalam satu riwayat "memuji dan menyanjung Allah") kemudian bershalawatlah kepada Nabi kemudian sesudah itu ia berdoa dengan yang ia sukai". (Sunan Abu Dawud, no.1481. Diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, Tirmidzi, Ahmad, dan yang lainnya)

2. Setiap Duduk Di suatu Majlis

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersbda, "Tidak ada satu kaum yang duduk disuatu majlis, mereka tidak berdzikir kepada Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi-nya, melainkan akan menjadi kerugian dihari kiamat. Jika Dia menghendaki Dia mengadzab mereka dan jika Dia menghendaki Dia mengampuni mereka" (Riwayat Tirmidzi, Ahmad, dan al-Hakim)

3. Di Malam & Hari Jum'at 

Dari Aus ia berkata, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya diantara hari-hari kaian yang paling utama adalah hari jum'at, pada hari itu diciptakan Adam, dan pada hari itu diwafatkannya, pada hari itu ditiupkan tanda kiamat, dan pada hari itu dimatikan semua mahluk. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kaian itu akan disampaikan ke hadapanku. Para shahabat bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana ditampakkannya shalawat kami kepada engkau, padahal engkau telah menjadi tulang belulang? Rasul menjawab, Sesungguhnya Allah mengharamkan atas bui memakan jasad para Nabi". (Hadits shahih dikeluarkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasai dan yang lainnya)

Dari Anas ia berkata, "Perbanyaklah oleh kalian shalawat kepadaku pada hari dan malam jum'at, barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan membalas shalawat kepadanya sepuluh kali". (Hadits Hasan Riwayat Al-Baihaqi. Silsilah hadits shahih al-Bani, no.1407)

4. Pada Waktu Berdo'a

Dalilnya sama dengan dalil nomor 1 dari Fudhalah bin Ubaid, dimana Nabi saw. menganjurkan kita agar bershalawat sebelum berdo'a. (lihat silsilah hadits shahih al-Bani 2035)

5. Ketika Masuk & Keluar Mesjid

Dari Abu Humaid atau Abu Usaid al-Anshari ia berkata, Rasulullah bersabda, "Apabila kamu masuk mesjid maka ucapkan salam kepada Nabi kemudian ucapkanlah, Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu! Dan Jika kamu keluar katakanlah, Ya Allah, sesungguhnya aku memohon karunia-Mu". (Hadits shahih riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ad-Darimi)

6. Pada Shalat Jenazah

Disunnahkan membaca shalawat kepada Nabi pada shalat jenazah setelah takbir ke-dua. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Umamah bin Sahl dari seorang shahabat Nabi bahwa sunnah dalam shalat jenazah hendaklah Imam bertakbir kemudian membaca fathihah setelah takbir pertama dengan membacanya sirr (pelan), kemudian bershalawat kepada Nabi, dan ia mengikhlaskan doa bagi jenazah pada setiap takbir. Tidak membaca (surat) pada takbir-takbir tersebut. Kemudian ia salam dengan sirr". (Musnad asy-Syafi'i no 581)

7. Sesudah Mendengar Adzan

Dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mendengar Nabi saw. bersabda, "Jika kalian mendengar muadzin beradzan maka ucapkanlah seperti ucapan muadzin, kemudian bershalawatlah  kepadaku, karena siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali, kemudian mintalah kepada Allah bagiku wasilah karena ia adalah tempat disurga yang tidak layak bagi siapapun kecuali bagi seorang hamba Allah dan aku berharap akulah orangnya, barangsiapa memohonkan wasilah bagiku, maka halal baginya syafaat(ku)". (Riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Huzaimah)

8. Setiap Disebut Nama Nabi

Dari Husein bin Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah bersabda, "Orang yang bakhil (kikir) adalah yang disebut namaku disisinya tapi tidak bershalawat kepadaku". (Hadits shahih riwayat Tirmidzi, Ahmad, Nasai, Ibnu Hibban dan Hakim)

Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda, "Hinalah seseorang yang disebut namaku disisinya tapi tidak bershalawat kepadaku". (Hadits shahih riwayat Tirmidzi dan Hakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar