KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Sabtu, 21 Maret 2015

MENDUDUKKAN KEMBALI MASALAH SHALAWAT (bag-1)

Oleh : DR.H.Jeje Zainuddin M.Ag

Mengingat masalah ini bukanlah masalah baru melainkan masalah yang sudah ada sejak adanya perintah bershalawat bagi Nabi saw. yang menurut sebagian para ahli asbabun-nuzulul-quran turun pada tahun ke dua setelah hijrahnya Nabi ke Madinah. Akan tetapi karena adanya pemahaman dan pengamalan yang bervariasi (sebagaimana umumnya masalah-masalah cabang Agama), maka masalah shalawat ini seringkai dipertanyakan kembali. Untuk memberi latar dan kerangka bagi pemikiran dan pengamalan masalah-masalah yang diperselisihkan, terlebh dahulu saya merasa perlu menyampaikan pendahuluan.

Dalam setiap pemkiran dan tradisi keagamaan, tidak terkecuali pada kalangan pemeluk Islam, selau didapati dua kecenderungan negatif, yaitu al-ghuluwwu (berfikir dan bertindak secara berlebihan) dan al-tatharruf (berfikir dan bertindak secara berkekurangan). Karena itu dalam sejarah dan tradisi pemikiran-pengamalan Islam dikenal madzhab bathiniyah dan madzhab dhahiriyah. Yang pertama mewakili kelompok substansialis ekstrim yang liberal dalam memahami makna dalil-dalil agama, sedang yang kedua mewakili kelompok formalis ekstrim yang sangat kaku memahami dalil-dalil agama. Yang satu menghilangkan sisi hukum fiqih formal Islam dan memalingknnya kepada kiasan-kiasan, sedang satunya lagi engesankan bahwa Islam itu semata-mata hukum fiqih-formal saja. Yang satu terlau berat menekankan agama kearah qalbu dan alam ghaib dari diri manusia, sdang satunya lagi terlau kuat memaksakan pemahaman agama hanya ditinjau dari gerak-gerik ibadah lahiriyah badani. Diantara kedua kubu ekstrim itu tentu saja selau ada kelompok yang konsisten berpegang tegh kepada ajaran agama yang murni. Sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah dalam haditsnya yang shahih.

"Dikalangan umatku senantiasa ada golongan yang menegakkan kebenaran, mereka tidak dirugikan oleh orang-orang yang menentang mereka sehingga datang keputusan Allah kepada mereka dan mereka dalam keadaan demikian". (Bukhary dalam Kitabul-I'tisham bersumber dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan Muslim dalam Kitabul-Imarat bersumber dari Tsauban. Hadits-hadits yang semakna dengan itu, diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Mughirah bin Su'bah, Jabir bin Abdillah, Jabir bin Samurah, Sa'ad bin Abu Waqas dan Abdullah bn Amr bin Ash).

Sebab ghuluw dan tatharruf dalam pemikiran dan pengamalan agama lebih disebabkan penguasaa ajaran agama yang parsial atau belum utuh dan semangat keagamaan yang tinggi tapi tidak dibarengi ilmu yang memadai dari para pemeluknya. Sementara disisi lain dalam ajaran Islam itu sendiri ada dalil-dalil tertentu yang jika dipahami secara sepihak dapat menimbulkan pemahaman dan pengamalan beragama yang berat sebelah, disamping ada juga dalil-dalil palsu yang disengaja ataupun bukan disengaja dibuat untuk menimbulkan kekacauan dalam pemahaman ajaran Islam. Sebagai misal dalam pengamalan membaca al-Quran, berdzikir, berdo'a, shalat sunnat, shaum sunnat, penghormatan kepada para kyai, dan shalawat kepada Nabi.

Saking kuatnya motivasi keutamaan membaca al-Quran, ayat-ayat tertentu, berdzikir, berdo'a, dan bershalawat yang dimuat dalam dalil-dalil yang lemah atau dalam dalil yang shahih tapi salah penafsiran telah menggiring sebagian kaum muslimin kepada pemikiran dan pengamalan beragama yang berlebihan. Ada kalanya dikalangan komunitas muslim tertentu membaca surat Yasin, shalawat, dan wirid-wirid tertentu dimalam jum'at seakan menjadi sunnah muakkad untuk mencapai niat-niat tertentu. Begitu pula macam-macam shalat dan shaum sunnat seperti shalat sunnat nisfu sya'ban, shaum rajab, shaum wedalan dan sebagainya. Dzikir-dzikir, do'a-do'a, dan shalawat beraneka macam diciptakan untuk menambah semarak pengamalannya yang biasanya diamalkan penuh keyakinan dan kekhusyuan untuk meraih pahala yang besar dan mencapai apa yang dicita-citakan.

Disisi lain, sebagian komunitas muslim yang berbeda telah menyadari kekeliruan pemahaman dan pengamalan agama seperti itu. Mereka memandang bahwa pemahaman dan pengamalan seperti itu membawa kebekuan pemikiran dan pengamalan ajaran Islam hanya ramai dalam formalitas dan ritualitasnya tapi miskin dalam aktualitasnya. Al-Quran hanya diperindah suara bacaannya, dihapal diluar kepala ayat-ayatnya, diperlombakan, dan dimuliakan mushafnya, akan tetapi tak pernah dikaji apa isi kandungannya. Dzikir, do'a, dan shalawat disenandungkan penuh hidmat dalam upacara-upacara tertentu dengan keyakinan dapat mendatangkan pahala yang besar, rizki yang melimpah dan syafaat dihari qiyamat, akan tetapi kosong dari pemahaman terhadap isi dan pesan-pesan ajarannya. Padahal ajaran Islam itu penuh ajaran yang sangat dalam dan didikan yang tinggi bagi kecerdasan akal manusia. Karena itu, dalam pandangan kelompok muslim yang ini, yang paling penting adalah pemahaman yang mendalam terhadap maksud quran dan hadits Nabi serta memerangi pengamalan Islam yang bid'ah.

Saking semangatnya memerangi bid'ah dan mengutamakan pemahaman terhadap arti Quran dan hadits maka forum yang sering diselenggarakan adalah forum kajian pemahaman dan menyoroti apa yang jadi tradisi pengamalan agama kelompok lain. Akan tetapi ada kalanya berdampak melupakan aspek pengamalan dan penghayatan. Bahkan tidak jarang mencurigai bahwa apa saja yang menjadi pemahaman dan pengamalan kelompok lain sebagai sesuatu yang selalu salah dan bid'ah meskipun pada kenyataannya justru itu adalah sunnah yang shahihah tapi tidak diamalkannya. Ketika kelompok muslim yang ghuluw sangat antusias dengan menghafal Al-Quran, menggemarkan memperindah suaranya dan bahkan memperlombakannya sehingga melahirkan banyak penghafal dan pembaca yang sangat merdu suaranya, maka dikalangan yang tatharruf mengalami kemiskinan para penghafal al-Quran. Bahkan untuk sekedar mencari yang dapat membaca Quran dengan fasih, merdu dan indah pun kesulitan. Ini disebabkan tatharruf, berlebihan dalam mengurangkan, akibat terlalu bersemangat membid'ahkan memperlombakan bacaan Al-Quran, membaca Yasin dimalam jumat dan sebagainya, sehingga yang tidak bid'ah-nyapun ikut dihilangkan. Malahan beberapa sunnah yang jelas-jelas disebutkan dalam hadits shahihpun diabaikan dan dicurigai sebagai bid'ah juga. Seumpama keutamaan membaca surat al-Ikhlash, An-Naas, al-Falaq dan ayat Kursi, atau kebolehan meruqyah dengan al-fatihah sebagai syirik dan bid'ah.

Disatu sisi sekelompok orang sangat antusias menggemarkan dzikir hingga melampaui keharusan dan menyalahi sunnah Nabi dengan membuat wirid-wirid, tata cara, dan upacara yang bid'ah. Kita mendapati dari mereka begitu nkmat dan sejuknya jiwa mereka dengan dzikir hingga memancar menjadi cahaya wajah yang menggambarkan kekhusyuan dan kedamaian jiwa. Disisi lain sekelompok muslim sangat pelit dari berdzikir karena merasa khawatir jatuh bid'ah, sampai-sampai yang sudah jelas dalilnya pun diabaikan pula, hingga terkesan jiwanya kering dan gersang jauh dari sifat ke tawadhuan dan kekhusyuan.

Demikian pula halnya dengan masalah shalawat, sebagian kelompok muslim demikian semangatnya bershalawat dengan dalih mengamalkan perintah Alah dan hadits Nabi, mereka bershalawat kapan saja dan dimana saja menurut ketentuan yang dianggap baik bagi mereka. Terkadang mereka menyelenggarakan majlis shalawatan dan membuat lafaz shalawat khusus dengan hasiat kegunaan yang khusus pula menurut anggapan diri mereka sendiri. Bahkan tak tanggung-tanggung ada kelompok muslim yang membuat organisasi khusus "Masyarakat Shalawat Indonesia". Di sisi lain sebagian kelompok muslim yang menyadari penyimpangan dalam shalawat ini ada kalanya terlau khawatir bahwa setiap pengamalan shalawat yang diamalkan orang itu semuanya salah, sehingga membatasi shalawat hanya pada shalat saja dan meninggalkan shalawat diwaktu lain yang dianjurkan oleh hadits Nabi yang shahih. Untuk itu tulisan ini berusaha memaparkan kedudukan masalah shalawat secara proporsional dengan mengacu kepada dalil-dalil al-Quran, hadits-hadits yang shahih, pengamalan para shahabat, pandangan para ulama dalam kitab-kitab mereka, dan analisis penulis sendiri. Demi runtutnya pembahasan, tulisan (makalah) ini disajikan dengan beberapa sub bahasan yaitu, pengertian shalawat, hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad dan kepada yang lainnya, redaksi shalawat, dan tempat-tempat shalawat.

Pengertian Shalawat

Berdasarkan para ulama yang ahli dibidang bahasa dan tafsir, semisal Ibnu al-Mandhur dalam Lisanul-Arab, Imam al-Raghib dalam al-mufradat fi gharibil-quran, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, Ibnu Hajar dalam syarah Bukhari, Ashabuni dalam tafsir Ahkam, dan yang lainnya, dapat diambil kesimpulan bahwa shalawat secara bahasa artinya do'a, mohon ampunan, mohon rahmat, dan mohon berkah. Kalau shalawat itu dinisbatkan kepada Allah seumpama kalimat "shalawat Allah atas Nabi Muhammad", maka maknanya adalah Allah memuliakan, menyanjung, memberi rahmat, memberi ampunan, mengagungkan kedudukannya diantara makhluknya yang lain. Jika shalawat itu dari Malaikat kepada Nabi maka artinya para Malaikat memohonkan ampunan, rahmat, kemuliaan, dan kedudukan yang agung bagi Nabi. Dan jika shalawat itu dari umatnya kepada nabi, maka maknanya adalah memohon ditetapkan dan ditambahkan kepada Nabi segala kemuliaan, keagungan, rahmat, dan ampunan Allah ta'ala, kemudian ia akan mendapat pahala dengan perbuatannya itu sebagai amal ibadah mencintai Nabi dan mentaati perintah Allah swt.

Hukum Bershalawat

Perintah bershalawat dengan tegas di firmankan Allah dalam surat al-Ahzab ayat 56.

"Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi, wahai segenap orang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan sampaikan salam dengan sebenar-benarnya".

Ayat ini dengan tegas mengandung kalimat perintah dan setiap perintah pada asalnya adalah wajib kecuali ada dalil yang memalingkan dari kewajibannya. Dan tidak ada satu keteranganpun yang memalingkan dari kewajiban ini.

Dalam ayat ini perintah shalawat ditujukan kepada uat yang beriman bagi Nabi saw. Tetapi pada ayat yang lain Allah juga menyebutkan adanya shalawat dari Allah dan dari Nabi bagi orang-orang yang beriman. Firman Allah,

"Mereka itulah yang mendapat shalawat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah yang mendapat petunjuk". (QS.al-Baqarah 157)

Pada ayat lain Allah berfirman :

"Dan diantara penduduk Arab pegunungan ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat dan menjadikan apa-apa yang mereka infaqkan sebagai mendekatkan diri kepada Allah dan shalawat Rasul ....". (QS.at-Taubah 99)

 Pada ayat yang lain lagi difirmankan :

"Ambilah dari harta sebagai sedekah (zakat) yang dengannya membersihkan (harta) mereka dan mensucikan (jiwa) mereka dan bershalawatlah atas mereka, sesungguhnya shalawatmu menjadi ketenangan bagi mereka". (QS.at-Taubah 103)

Pada surat al-Baqarah 17 disebutkan shalawat dari Tuhan untuk orang-orang yang mukmin yang selalu bersabar dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Para mufassir menafsirkan shalawat dari Allah bagi orang-orang sabar itu maknanya pengampunan, keridhaan dan pemberian rahmat atas mereka. Sedang pada surat at-Taubah 99 dan 103, shalawat disebutkan dari Rasul bagi orang-orang mukmin yang memberikan shadaqah dan mengeluarkan zakat. Dengan ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Allah dan Rasul-Nya ternyata juga memberikan shalawat kepada orang-orang beriman. Apakah Malaikat juga bershalawat kepada orang-orang mukmin?

Didalam surat al-Ahzab ayat 41-43 difirmankan :

"Hai orang-orang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah (Allah) yang memberi shalawat kepada kamu sekalian dan para Malaikat-Nya (juga bershalawat bagimu) supaya Dia mengeluarkan kamu sekalian dari kegelapan kepada cahaya. Dan Dia adalah Maha penyayang kepada orang-orang beriman".

Ketika menafsirkan tiga ayat diatas, Imam Ibnu Katsir mengutip beberapa riwayat dari para ulama salaf, diantaranya dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Allah telah berfirman ; (Ingatlah Allah dengan mengingat yang sebanyak-banyaknya) sesungguhnya tidaklah Allah memerintahkan suatu kewajiban kepada hamba-Nya melainkan ada batasan pengamalannya dan memberi keringanan jika ada uzur kecuali dzikir, karena sungguh Allah tidak menjadikan batasan mengerjakannya dan tidak ada kerukhshahan untuk meninggalkannya, sebagaimana firman-Nya, (berdzikirlah kalian kepada Allah dalam keadaan berdiri, keadaan duduk, dan keadaan berbaring) diwaktu malam atau siang, didaratan atau lautan, diperjalanan ataupun dikampung halaman, disaat kaya ataupun miskin, disaat sehat ataupun sakit, secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan dan dalam setiap keadaan. Allah berfirman (dan sucikanlah Dia diwaktu pagi dan sore hari) maka jika kalian melakukan itu niscaya Allah dan para Malaikat-Nya akan bershalawat bagi kalian".

Dari seluruh ayat ini sudah sangat terang bahwa Allah, para Malaikat dan Rasul-Nya semuanya menyampaikan shalawat kepada orang-orang mukmin yang penyabar dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup, yang banyak bersedekah, infaq dan mengeluarkan zakat, serta banyak berdzikir dan bertasbih kepada Allah swt.

Manipestasi shalawat Allah kepada kaum mukmin berupa pengampunan, keridhaan, rahmat, memuji mereka dihadapan para Malaikat-Nya, dan segala bentuk kebaikan. Sebagaimana diisyaratkan oleh beberapa hadits shahih. Diantaranya adalah sabda Rasulullah saw. :

"Sesungguhnya Allah mempunyai Malaikat-Malaikat yang berkeliling dijalan-jalan mencari ahli-ahli dzikir, jika mereka sudah menemukan kaum yang berdzikir kepada Allah, mereka saling memanggil ; "Kesinilah kepada apa yang kalian cari!". Lalu mereka mengerumuni kaum itu dengan sayap-sayap mereka sampai ke langit dunia. Kemudian Allah bertanya kepada para Malaikat, meskipun Dia lebih Maha tahu, "Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?". "Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan bertamjid kepada-Mu". Jawab Malaikat. "Apakah mereka melihat-Ku". Malaikat berkata, "Demi Allah mereka tidak melihat-Mu". "Bagaimana sekiranya mereka dapat melihat-Ku?". "Sekiranya mereka melihat-Mu pastilah mereka akan lebih sangat lagi beribadah, mengagungkan dan mensucikan-Mu!". "Apa yang mereka minta?" "Mereka memohon surga!". "Apakah mereka melihat surga?". "Demi Allah mereka belum melihatnya!". "Bagaimana jika mereka melihatnya?". "Jika mereka melihatnya pastilah mereka akan lebih menginginkannya lagi dan lebih sungguh-sungguh mencarinya". "Apa yang mereka harapkan dijauhkan dari mereka?". "Mereka memohon diselamatkan dari api neraka!". "Apakah mereka melihat neraka?". "Demi Allah, mereka belum melihatnya!" "Bagaimana sekiranya mereka melihatnya?". "Jika  mereka meihatnya pastilah mereka akan lebih lari dan takut dari padanya!". Kemudian Allah berfirman, "Saksikanlah oleh kalian Aku telah mengampuni mereka!". Seorang malaikat berkata, "Diantara mereka ada si fulan yang bukan kelompoknya, ia datang karena ada suatu keperluan!". Allah berfirman lagi, "Mereka adalah kumpulan yang tidak rugi siapapun yang duduk dengan mereka!". (Shahih Bukhari 11 : 177, Shahih Muslim no. 2689, Sunan Tirmidzi no. 3595)

Dalam hadits lain disabdakan Nabi saw. :

"Tidak ada kelompok orang yang berkumpul di suatu majlis dimana mereka berdzikir kepada Allah melainkan para Malaikat akan mengerumuni mereka, dikucuri rahmat, diturunkan ketentraman kepada mereka, dan Allah menyanjung mereka dihadapan para Malaikat-Nya". (Shahih Muslim, no. 2700)

Dalam dua hadits ini disebutkan contoh dari manifestasi shalawat Allah bagi kaum mukmin yang senantiasa berdzikir yaitu diampuni dosa-dosa mereka dan disanjung Allah dihadapan Malaikat-Nya.

Adapun manifestasi shalawatnya Malaikat kepada orang mukmin adalah mendo'akan pengampunan, memberikan dorongan kekuatan ketabahan, memberikan perlindungan, dan menyampaikan segala do'a kebaikan.

"Malaikat-malaikat yang memikul arasy dan malaikat yang berada disekelilingnya bertasbih mensucikan dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepadanya serta memintakan ampunan bagi orang-orang yang beriman dengan mengucapkan, "Ya, Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala. Ya, Tuhan kami, masukkan mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan kepada turunan mereka semua. Sesungguhnya Engkau yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana. Dan periharalah mereka dari kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya, dan itulah kemenangan yang besar". (QS.al-Mukmin 7-9)

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, "janganlah kamu merasa takut dan jangan kamu merasa sedih, dan bergembiralah dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepada kamu semua. Kami adalah pelindung-pelindungan kalian dalam kehidupan dunia dan diakhirat..." (QS.Fushilat 30-31)

Rasulullah saw bersabda :

"Tidak ada seorangpun dari hamba Allah diwaktu pagi melainkan ada dua malaikat yang turun. Yang satu berdo'a, "Ya Allah, berikanlah gantinya bagi orang yang sdekah!". Yang satu lagi berdo'a, "Ya Allah, berikanlah kerugian kepada orang yang pelit!". (Shahih Bukhari, III : 241, Muslim : 1010, Ahmad, II : 305)

Sedang manifestasi shalawat Nabi atas kaum mukminin adalah berupa do'a kebaikan, rahmat, ampunan dan do'a keteguhan serta ketentraman hati dalam iman.

Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa Rasulullah senantiasa mendo'akan kepada orang yang membawa sedekah kepadanya, maka bapakku pergi membawa sedekah kepada Nabi, lalu Rasulullah berdo'a, "Allohumma shalli 'ala ali abi aufa". Pada hadits yang lain disebutkan bahwa seorang wanita datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, shalawatlah bagiku dan suamiku!". Rasulullah berdo'a, "Shallallahu 'alaika wa 'ala zaujiki".

Bersambung ...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar