Tanya : Assalamu'alaikum.wr.wb..
Sebelumnya saya
ucapkan terimah kasih kepada ustadz Abu
Alifa Shihab yang membuka ruang konsultasi agama. Hal ini bagi saya sangat
membantu sekali dalam memahami sebagian syariat yang mesti dijalankan serta
batasan-batasannya.
Maaf ustadz Abu Alifa, saya mempunyai problem
yang menurut saya pribadi cukup mengganggu masa depan kehidupan saya. Saya
mempunyai calon suami yang ingin secepatnya menikahi saya, dan sebenarnya
saya-pun menginginkan hal itu secepatnya dilaksanakan. Akan tetapi yang jadi persoalan adalah ayahku
tidak menyetujuinya. Dan salah satu sebabnya adalah masalah keberadaan calon
adalah dari daerah (maaf Abu cut asal
daerahnya ya?)yang menurut ayah akan mengakibatkan kemiskinan setelah menikah nanti.
Pak ustadz, Apakah jika saya melangsungkan pernikahan sudah melanggar khususnya
birrul-walidain? Jika saya menikah siapa wali nikah saya? Dan apakah ayah saya
berdosa tidak mau menikahkan saya? MNT
Jatim
Jawab : Wa’alaikumussalam
warahmatullahi wa barakatuh …
Ananda MNT yang Abu Alifa banggakan, jika seorang ayah tidak menyetujui
dan tidak mau menikahkan anaknya karena sebab yang ananda jelaskan diatas, maka
hemat saya termasuk orang tua atau wali
yang melanggar atau membangkang ketentuan syari'at. Maka jika orang tua (ayah) menolak untuk
menjadi wali nikah ananda atau tidak menyetujui bukan alasan syar’i, maka
ananda dapat meminta bantuan wali hakim (misalnya pejabat di KUA) untuk menjadi
wali nikah ananda (lihat Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman
Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33).
Landasannya adalah :
عن عائشة قالت: قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أيما امرأة نكحت بغير إذن مواليها
فنكاحها باطل. ثلاث مرات. فإن دخل بها فالمهر لها بما أصاب منها. فإن
تشاجروا، فالسلطان ولي من لا ولي له»
Perempuan
yang menikah tanpa ijin walinya maka nikahnya batal (Nabi mengucapkannya 3x).
Kemudian berkata: Apabila para wali tidak mau, maka sultan (wali hakim) dapat
menjadi wali dari wanita yang tidak memiliki wali (HR.
Tirmidzy dan Abu Dawud)
Tetapi menurut pendapat madzhab Hanbali atau
Hanafi, apabila wali mujbir (yaitu ayah) tidak setuju, maka kewalian jatuh pada
wali lain dalam urutan
kekerabatan yang berhak jadi wali. Kalau semua tidak mau menikahkan,
baru pindah ke Wali Hakim.
Maka tentu orang tua berdosa apabila dia menolak menikahkan Anda tanpa sebab yang dibenarkan syariah. Tapi jika alasan orang tua tidak mau menikahkan karena alasan syar’i, maka tentu yang berdosa adalah yang tetap memaksa ingin nikah. Seperti halnya calon suaminya berbeda agama (baca kafir).
فلا تعضلوهن أن ينكحن أزواجهن إذا تراضوا بينهم بالمعروف
“…Janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. (QS Al-Baqarah 2:233).
Sekalipun demikian, ananda harus tetap berbuat baik kepada kedua orang tua termasuk ayah ananda (baik sebelum atau sesudah nikah nanti). Allohu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar