Mengenai
shalat sunat yang dilakukan oleh musafir (orang yang dalam perjalanan) maka ada
perbedaan diantara ulama tentang hukum tersebut. Diantaranya :
1.
Disyariatkan secara mutlaq
Sebagian
ulama berpendapat bahwa tidak mengapa dan tidak makruh shalat nafilah/
tathawwu’ bagi musafir yang mengqashar shalatnya, baik nafilah yang merupakan
sunnah rawatib (qobliyah dan ba’diyah) maupun yang lainnya.
وَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا-
: أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ( كَانَ لَا يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ
اَلظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اَلْغَدَاةِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dari
'Aisyah Radliyallaahu'anha bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak
pernah meninggalkan (sholat sunat) empat rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat
sebelum Shubuh. (Riwayat
Bukhari)
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
أَنَّ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم كَانَ يُصَلِّي التَّطَوُّعَ وَهْوَ رَاكِبٌ فِي غَيْرِ الْقِبْلَةِ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan kepada kami
Syaiban dari Yahya dari Muhammad bin 'Abdurrahman bahwa Jabir bin 'Abdullah telah
mengabarkan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan shalat
sunnat sambil mengendarai hewan tunggangannya dalam keadaan tidak menghadap
qiblat
(Shahih al-Bukhari 1094)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، أَنَّ عَامِرَ بْنَ رَبِيعَةَ، أَخْبَرَهُ قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهْوَ عَلَى الرَّاحِلَةِ
يُسَبِّحُ، يُومِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ، وَلَمْ يَكُنْ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ
الْمَكْتُوبَةِ
Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah menceritakan kepada
kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Abdullah bin 'Amir bin Rabi'ah
bahwa 'Amir bin Rabi'ah mengabarkannya berkata: "Aku melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di atas hewan tunggangannya bertasbih dengan
memberi isyarat dengan kepala beliau kearah mana saja hewan tunggangannya
menghadap. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melakukan
seperti ini untuk shalat-shalat wajib (al-Bukhari 1097)
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ، قَالَ
حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
ثَوْبَانَ، قَالَ حَدَّثَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ فَإِذَا
أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ الْمَكْتُوبَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ
Telah
menceritakan kepada kami Mu'adz bin Fadhalah berkata, telah menceritakan kepada
kami Hisyam dari Yahya dari Muhammad bin 'Abdurrahman bin Tsauban berkata,
telah menceritakan kepada saya Jabir bin 'Abdullah, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mendirikan shalat diatas hewan tunggangannya menghadap ke
Timur. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat wajib, maka Beliau turun dan
melaksanakannya dengan menghadap qiblat (Sahih al-Bukhari 1099)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ
حَمَّادٍ، قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، قَالَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ،
عَنْ نَافِعٍ، قَالَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ يُصَلِّي عَلَى
رَاحِلَتِهِ وَيُوتِرُ عَلَيْهَا، وَيُخْبِرُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
كَانَ يَفْعَلُهُ
"...dari
Nafi' berkata; Ibnu 'Umar radliallahu 'anhumaa pernah mengerjakan shalat
diatas hewan tunggangannya dan juga shalat witir dan dia mengabarkan bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakannya pula (Shahih Bukhary)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى،
قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، قَالَ: مَا
أَخْبَرَنِي أَحَدٌ، أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي
الضُّحَى إِلا أُمُّ هَانِئٍ، فَإِنَّهَا حَدَّثَتْ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم، دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ فَاغْتَسَلَ فَسَبَّحَ
ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مَا رَأَيْتُهُ صلى الله عليه وسلم، صَلَّى صَلاةً قَطُّ
أَخَفَّ مِنْهَا، غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
"... Dari Abdurrahman bin Abi Laily berkata
:Tidak ada yang memberi tahu saya bahwa bahwa ia telah melihat Nabi saw melakukan
dhuha selain Ummi Haani. Dia menceritakan bahwa Rasulullah saw datang ke
rumahnya di hari Makkah ditaklukkan. Beliau mandi, kemudian shalat delapan rakaat.
Dan aku belum pernah melihat Rasulullah saw melakukan shalat-pun lebih ringan dari
ini, meskipun dia melakukan setiap ruku' dan sujud dengan sempurna. (Sunan Abu Dawud)
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي سُبْحَتَهُ حَيْثُمَا تَوَجَّهَتْ بِهِ نَاقَتُهُ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat sunnah kemana pun untanya menghadap” (HR. Muslim 33).
Bahkan Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim membuat judul “bab bolehnya shalat sunnah di atas binatang tunggangan dalam safar kemana pun binatang tersebut menghadap“.
أن رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كان يوترُ على البعيرِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat witir di atas unta” (HR. Al Bukhari 999, Muslim 700).
2. Tidak Disyari'atkan Secara Mutlaq
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ حَدَّثَنِي
عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَنَّ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، حَدَّثَهُ قَالَ سَافَرَ ابْنُ
عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ فَقَالَ صَحِبْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ
أَرَهُ يُسَبِّحُ فِي السَّفَرِ، وَقَالَ اللَّهُ جَلَّ ذِكْرُهُ {لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ}.
Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada
saya Ibnu Wahb berkata, telah menceritakan kepada saya 'Umar bin Muhammad bahwa
Hafsh bin 'Ashim menceritakan kepadanya berkata; " Ibnu 'Umar radliallahu
'anhumaa mengadakan perjalanan lalu berkata: "Aku pernah menemani Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan aku tidak melihat Beliau melaksanakan shalat
sunnah dalam safarnya". Dan Allah subhanahu wata'ala telah berfirman:
"Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu"(QS. Ahzab 21). Shahih Bukhary
وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ،
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
سَمِعَ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ صَلَّى النَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم بِمِنًى صَلاَةَ الْمُسَافِرِ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ
ثَمَانِيَ سِنِينَ أَوْ قَالَ سِتَّ سِنِينَ . قَالَ حَفْصٌ وَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ يُصَلِّي بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَأْتِي فِرَاشَهُ . فَقُلْتُ أَىْ
عَمِّ لَوْ صَلَّيْتَ بَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ . قَالَ لَوْ فَعَلْتُ لأَتْمَمْتُ
الصَّلاَةَ
"... Dari Ibn
Umara berkata : Nabi saw pernah shalat di Mina (yaitu) shalat musafir (qashar),
(begitu juga) Abu Bakar, Umar, dan Usman melakukannya selama 8
tahun atau enam tahun. Berkata Hafs (perawi), "dan keadaan Ibnu Umar juga
shalat di Mina dua rakaat kemudian kembali ke tempat istirahatnya. Maka Aku
(Hafs) berkata kepadanya (Ibnu Umar), Hai paman, (saya berharap) engkau shalat
dua rakaat sesudahnya. Ibnu Umar mengatakan : "Kalau aku melakukan shalat
sunat sesudahnya, tentu aku melakukan shalat wajibnya sempurna (empat rakaat). Shahih Muslim 694
Ibnu al-Qayyim mengatakan : “Hal itu merupakan bentuk pemahaman Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma yang mendalam. Karena Allah yang Mahasuci lagi Mahatinggi telah memberikan keringanan kepada musafir untuk mengerjakan dua raka’at saja dari shalat empat raka’at. Seandainya disyari’atkan lagi dua raka’at sebelum dan sesudahnya, maka sepatutnya menyempurnakan shalat fardhu yang diqashar. Dan seandainya disyariatkan shalat sunnat sebelum dan sesudahnya maka yang lebih patut dikerjakan adalah menyempurnakan shalat fardhu (tidak mengqasharnya) (Zaadu al-Ma’aad I/316)
3. Tidak Disyari'atkan Sunnat Rawatib Kecuali Shubuh & Sunnat Yang Lain.
Shalat sunnat Rawâtib Subuh termasuk shalat sunnat yang paling ditekankan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukannya dan tidak meninggalkannya, baik saat bepergian ataupun tidak.
Di antara dalil yang menunjukkannya, yaitu hadits Abu Maryam yang berbunyi:
Kami dahulu pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, lalu kami berjalan saat malam hari. Ketika menjelang waktu Subuh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti dan tidur, dan orang-orang pun ikut tidur. Beliau tidak bangun kecuali matahari telah terbit. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan muadzin (untuk beradzan), lalu ia pun mengumandangkan adzan. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua raka`at sebelum shalat Subuh, kemudian memerintahkan sang muadzin beriqamah, lalu beliau mengimami orang-orang (shalat Subuh). (HR an-Nasâ-i, kitab al-Mawaqif, Bab: Kaifa Yaqdhi al-Fâit minash-Shalat, no. 605. Dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan an-Nasâ-i. Syaikh berkata, "Shahîh dengan hadits Abu Hurairah ra)
(Bab orang yang melakukan shalat tathawu' (sunnah) dalam perjalanan pada selain waktu sesudah dan sebelum shalat fardhu (Rawâtib), dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat al-Fajr dalam safarnya (bepergiannya)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللّه عَنْهُمَا قَالَتْ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ. أخرجه الشيخان
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia berkata, "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat Sunnah yang dilakukan secara terus-menerus melebihi dua rakaat (shalat Rawatib) Subuh".(HR al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu al-Qayyim mengatakan : “Hal itu merupakan bentuk pemahaman Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma yang mendalam. Karena Allah yang Mahasuci lagi Mahatinggi telah memberikan keringanan kepada musafir untuk mengerjakan dua raka’at saja dari shalat empat raka’at. Seandainya disyari’atkan lagi dua raka’at sebelum dan sesudahnya, maka sepatutnya menyempurnakan shalat fardhu yang diqashar. Dan seandainya disyariatkan shalat sunnat sebelum dan sesudahnya maka yang lebih patut dikerjakan adalah menyempurnakan shalat fardhu (tidak mengqasharnya) (Zaadu al-Ma’aad I/316)
3. Tidak Disyari'atkan Sunnat Rawatib Kecuali Shubuh & Sunnat Yang Lain.
Shalat sunnat Rawâtib Subuh termasuk shalat sunnat yang paling ditekankan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukannya dan tidak meninggalkannya, baik saat bepergian ataupun tidak.
Di antara dalil yang menunjukkannya, yaitu hadits Abu Maryam yang berbunyi:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ
فَأَسْرَيْنَا لَيْلَةً فَلَمَّا كَانَ فِي وَجْهِ الصُّبْحِ نَزَلَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَامَ وَنَامَ
النَّاسُ فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلَّا بِالشَّمْسِ قَدْ طَلَعَتْ عَلَيْنَا
فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤَذِّنَ
فَأَذَّنَ ثُمَّ صَلَّى الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَمَرَهُ
فَأَقَامَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ
Kami dahulu pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, lalu kami berjalan saat malam hari. Ketika menjelang waktu Subuh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti dan tidur, dan orang-orang pun ikut tidur. Beliau tidak bangun kecuali matahari telah terbit. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan muadzin (untuk beradzan), lalu ia pun mengumandangkan adzan. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua raka`at sebelum shalat Subuh, kemudian memerintahkan sang muadzin beriqamah, lalu beliau mengimami orang-orang (shalat Subuh). (HR an-Nasâ-i, kitab al-Mawaqif, Bab: Kaifa Yaqdhi al-Fâit minash-Shalat, no. 605. Dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan an-Nasâ-i. Syaikh berkata, "Shahîh dengan hadits Abu Hurairah ra)
Demikian juga Imam al-Bukhâri telah menyebutkan dalam Shahihnya (Kitab al-Jum'at) memuat secara khusus, yaitu :
بَاب مَنْ تَطَوَّعَ فِي السَّفَرِ فِي غَيْرِ دُبُرِ الصَّلَوَاتِ
وَقَبْلَهَا وَرَكَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فِي السَّفَرِ
(Bab orang yang melakukan shalat tathawu' (sunnah) dalam perjalanan pada selain waktu sesudah dan sebelum shalat fardhu (Rawâtib), dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat al-Fajr dalam safarnya (bepergiannya)
Ibnu al-Qayyim berkata,"Di antara petunjuk yang dicontohkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safarnya, yaitu (beliau) mencukupkan
diri dengan melaksanakan shalat yang fardhu, dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak diketahui melakukan shalat Sunnah Rawâtib
sebelum dan sesudah shalat fardhu kecuali shalat witir dan Sunnah
Rawâtib Subuh, karena beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat itu,
baik saat muqîm (tidak sedang bepergian) maupun saat bepergian".(Zâdu al-Ma'ad 1/456)
Hal ini, juga sebagaimana pernyataan 'Aisyah ra:
Hal ini, juga sebagaimana pernyataan 'Aisyah ra:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللّه عَنْهُمَا قَالَتْ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ. أخرجه الشيخان
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia berkata, "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat Sunnah yang dilakukan secara terus-menerus melebihi dua rakaat (shalat Rawatib) Subuh".(HR al-Bukhari dan Muslim)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ
حَمَّادٍ، قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، قَالَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ،
عَنْ نَافِعٍ، قَالَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ يُصَلِّي عَلَى
رَاحِلَتِهِ وَيُوتِرُ عَلَيْهَا، وَيُخْبِرُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
كَانَ يَفْعَلُهُ
"...dari
Nafi' berkata; Ibnu 'Umar radliallahu 'anhumaa pernah mengerjakan shalat
diatas hewan tunggangannya dan juga shalat witir dan dia mengabarkan bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakannya pula (Shahih Bukhary)
حدثنا حفص بن عمر قال حدثنا شعبة عن عمرو بن مرة عن ابن أبي ليلى قال ما أخبرنا أحد أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم صلى الضحى غير أم هانئ ذكرت أن النبي صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة اغتسل في بيتها فصلى ثماني ركعات فما رأيته صلى صلاة أخف منها غير أنه يتم الركوع والسجود -
حدثنا حفص بن عمر قال حدثنا شعبة عن عمرو بن مرة عن ابن أبي ليلى قال ما أخبرنا أحد أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم صلى الضحى غير أم هانئ ذكرت أن النبي صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة اغتسل في بيتها فصلى ثماني ركعات فما رأيته صلى صلاة أخف منها غير أنه يتم الركوع والسجود -
"... Dari Abi Laily berkata
:Tidak ada yang memberi tahu saya bahwa ia telah melihat Nabi saw melakukan shalat
dhuha selain Ummi Haani. Dia menyebutkan bahwa Rasulullah saw di hari Makkah ditaklukkan. Beliau mandi dirumahnya, kemudian shalat delapan rakaat.
Dan aku belum pernah melihat Rasulullah saw melakukan shalat-pun lebih ringan dari
ini, meskipun dia melakukan setiap ruku' dan sujud dengan sempurna. (Bukhary lihat Fathu al-Baari)
وقال الليث حدثني يونس عن ابن شهاب قال حدثني عبد الله بن عامر بن ربيعة
أن أباه أخبره أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم صلى السبحة بالليل في
السفر على ظهر راحلته حيث توجهت به
"... Abdullah bin Amir bin Rabi'ah telah menceritakan, bahwa bapaknya telah mengkhabarkan sesungguhnya ia pernah melihat Nabi saw pada saat safar shalat malam diatas kendaraannya, kemana saja kendaraan itu menghadap (tanpa menghadap kiblat) Fathu al-Baari
reureuh
heula...(bersambung)!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar