KEL.BESAR ABU ALIFA

KEL.BESAR ABU ALIFA

Jumat, 06 Februari 2015

SHALAWAT DALAM KHUTBAH JUM'AT




Tanya : Assalamu'alaikum, pak ustadz yang saya hormati, saya sering jum'tan yang khatibnya pada saat mengawali khutbah tidak mengucapkan shalawat. Bagaimana hukumnya, apakah sah shalat jum'at yang saya lakukan? Hamba (afwan ust., emailnya jgn dicantumkan)

Jawab : Wa'laikumussalam … Dalam Al Fiqh 'Alal Madzhabil Arba'ah 1/ 390-391, karya Abdurrahman Al Jaziri, disebutkan pendapat empat madzhab tentang rukun-rukun khutbah Jum'at.

1. Hanafiyah

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki satu rukun saja. Yaitu dzikir yang tidak terikat atau bersyarat. Meliputi dzikir yang sedikit ataupun banyak. Sehingga untuk melaksanakan khutbah yang wajib, cukup dengan ucapan hamdalah atau tasbih atau tahlil. Rukun ini untuk khutbah pertama. Adapun pada khutbah kedua, hukumnya sunah.

2. Syafi'iyah

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki lima rukun. Pertama. Hamdalah, pada khutbah pertama dan kedua. Kedua. Shalawat Nabi, pada khutbah pertama dan kedua. Ketiga. Wasiat taqwa, pada khutbah pertama dan kedua. Keempat. Membaca satu ayat Al Qur'an, pada salah satu khutbah. Kelima. Mendo'akan kebaikan untuk mukminin dan mukminat dalam perkara akhirat pada khutbah kedua.

3. Malikiyyah

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki satu rukun saja. Yaitu, khutbah harus berisi peringatan atau kabar gembira.

4. Hanabilah

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki empat rukun. Pertama. Hamdalah, pada awal khutbah pertama dan kedua. Kedua. Shalawat Nabi. Ketiga. Membaca satu ayat Al Qur'an. Keempat. Wasiat taqwa kepada Allah .

Akan tetapi berkaitan dengan madzhab Hanafiyah dan Malikiyah ada keterangan lain. Yaitu sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad dalam kitab Imamatul Masjid, Fadhluha Wa Atsaruha Fid Dakwah, hal. 82. Beliau berkata,"Adapun (para ulama) Hanafiyah dan Malikiyah, mereka tidak menjadikan rukun-rukun untuk khutbah Jum'at. Para ulama Hanafiyah berkata,'Jika (khotib) mencukupkan dengan dzikrullah, (maka) hal itu boleh. Tetapi dzikir ini harus panjang yang dinamakan khutbah'."(Al Maushuli Al Hanafi. Al Ikhtiyar 1/83). Itulah khutbah jum'at menurut fiqh empat mazhab.

Inti khutbah khutbah (Jum'at) adalah nasihat, baik dari Al-Qur'an ataupun al-Sunnah. Memang benar, memuji Allah (hamdalah) dan syahadatain dalam khutbah, termasuk kesempurnaan khutbah. Dan khutbah itu memuat bacaan sesuatu ayat dari kitab Allah. Tetapi (anggapan), bahwa hal-hal itu merupakan syarat-syarat atau rukun-rukun, yang khutbah itu -dianggap- tidak sah bila tanpa semuanya itu, baik (khotib) meninggalkannya dengan sengaja, lupa, atau salah, maka anggapan seperti itu perlu kajian dan memerlukan dalil yang sharih. Setelah kita mengetahui, bahwa tidak ada dalil yang menyatakan perkara-perkara di atas sebagai rukun khutbah Juma't, maka khutbah yang tidak ada shalawat Nabi  saw hemat kami sah adanya. Sekalipun membaca shalawat saat khutbah pernah dilakukan oleh seorang shahabat.

عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ كَانَ أَبِي مِنْ شُرَطِ عَلِيٍّ رَضِي اللهُ عَنْهُ وَكَانَ تَحْتَ الْمِنْبَرِ فَحَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ صَعِدَ الْمِنْبَرَ يَعْنِي عَلِيًّا رَضِي اللهُ عَنْهُ فَحَمِدَ اللهَ تَعَالَى وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ وَقَالَ خَيْرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ وَالثَّانِي عُمَرُ وَقَالَ يَجْعَلُ اللهُ تَعَالَى الْخَيْرَ حَيْثُ أَحَبَّ

Dari 'Aun bin Abi Juhaifah, dia berkata,"Dahulu bapakku termasuk pengawal Ali, dan berada di bawah mimbar. Bapakku bercerita kepadaku, bahwa Ali naik mimbar, lalu memuji Allah Ta'ala dan menyanjungNya, dan bershalawat atas Nabi, dan berkata, 'Sebaik-baik umat ini setelah Nabinya, ialah Abu Bakar, yang kedua ialah Umar,' Ali juga berkata,'Allah menjadikan kebaikan di mana Dia cintai'."(HR.Ahmad dalam Musnad-nya 1/107 dan dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir).

Sebagai tambahan di sini, kami sampaikan keterangan yang berkaitan dengan cara khutbah Nabi -dengan keyakinan kita- bahwa khutbah beliau adalah yang paling baik dan utama. Di antara petunjuk Nabi dalam berkhutbah, bahwa beliau mengucapkan salam kepada hadirin ketika naik mimbar.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى كَانَ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ سَلَّمَ

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi jika telah naik mimbar biasa mengucapkan salam. (Ibn Majah)

Demikian juga beliau biasa membuka khutbah dengan mengucapkan hamdalah, pujian kepada Allah, syahadatain, bacaan ayat-ayat taqwa, dan perkataan amma ba'du. Hal ini antara lain ditunjukkan hadits di bawah ini.

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ عَلَّمَنَا رَسُولُ اللهِ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ (نَحْمَدُهُ وَ) نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا (وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا) مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ (وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ) وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولاَ تَمُوتُنَّ إلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ) ( يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَحَلَقَ مِنْهَازَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْراً وَ نِ سَاءً وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ) (أَمَّا بَعْدُ)

Dari Abdullah, dia berkata, Rasulullah telah mengajari kami khutbah untuk keperluan: Alhamdulillah…..., artinya: Segala puji bagi Allah (kami memujiNya), mohon pertolongan kepadaNya, dan memohon ampunan kepadaNya. Serta kami memohon perlindungan kepadaNya dari kejahatan jiwa kami dan dari keburukan amal kami. Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah, tidak ada seorangpun yang menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak ada yang memberinya petunjuk. Saya bersaksi, bahwa tidak ada yang diibadahi secara benar kecuali Allah (semata, tidak ada sekutu bagiNya), dan saya bersaksi, bahwa Muhammad n adalah hamba dan utusanNya. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS Ali Imran:102). Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS An Nisa:1) Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS Al Ahzab: 70-71). (Amma ba'du). (HR. Ahmad dan yang lainnya)

Al Albani berkata bahwa khutbah ini (yaitu perkataan 'innal hamda lillah) digunakan untuk membuka seluruh khutbah-khutbah, baik khutbah nikah, khutbah Jum'at, atau lainnya." (Khutbah Hajah, hal. 31). Begitu juga dengan Imam Ibnul Qayyim yang  mengatakan bahwa "Tidaklah beliau (Nabi) berkhutbah, kecuali beliau membukanya dengan hamdalah, membaca dua kalimat syahadat, dan menyebut diri beliau sendiri dengan nama diri beliau." (Zadu al-Ma'ad 1/189.) Allohu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar